GAZA (Arrahmah.id) – Diperlukan waktu hingga tahun-tahun bagi perekonomian Gaza untuk kembali pulih seperti sedia kala jika agresi di wilayah kantong Palestina segera dihentikan, kata badan perdagangan PBB dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada Rabu (31/1/2024), menurut laporan Reuters .
Serangan “Israel” di Gaza pada 7 Oktober telah menewaskan lebih dari 26.000 orang, menurut pemerintah setempat, dan menghancurkan infrastruktur serta mata pencaharian 2,3 juta penduduknya.
Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) mengatakan konflik tersebut telah memicu kontraksi PDB (Produk Domestik Bruto) Gaza sebesar 24 persen dan penurunan PDB per kapita sebesar 26,1 persen sepanjang 2023.
UNCTAD mengatakan bahwa, jika operasi militer berakhir dan rekonstruksi segera dimulai – dan jika tren pertumbuhan yang terlihat pada 2007-2022 terus berlanjut, dengan tingkat rata-rata tahunan sebesar 0,4 persen – Gaza dapat memulihkan tingkat PDB sebelum konflik pada 2092.
Dalam skenario terbaik, jika PDB bisa bertumbuh sebesar 10 persen per tahun, maka PDB per kapita Gaza masih memerlukan waktu sampai 2035 untuk mencapai tingkat PDB 2006, sebelum “Israel” pada 2007 melakukan blokade permanen baik darat, laut, dan udara, dengan alasan kekhawatiran keamanan.
“Dibutuhkan waktu hingga 2092 agar Gaza bisa kembali ke kondisi seperti 2022, yang sama sekali bukan tempat yang baik bagi masyarakat Gaza,” kata Rami Allazeh, ekonom yang bekerja di Wilayah Pendudukan Palestina di UNCTAD.
“Saya pikir kesimpulan utama dari laporan ini adalah tingkat kehancuran yang kita saksikan di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya. Dibutuhkan banyak upaya dari komunitas internasional untuk pembangunan kembali dan pemulihan di Gaza.”
UNCTAD mengatakan bahwa, untuk pulih setelah intervensi militer “Israel” sebelumnya di Gaza pada 2014, kebutuhan wilayah kantong tersebut mencapai sekitar $3,9 miliar. Kebutuhan tersebut akan jauh lebih tinggi setelah konflik saat ini, katanya.
“Mengingat tingkat kehancuran dan intensitas kerusakan yang kita saksikan saat ini di Gaza, dan operasi militer masih berlangsung, jumlah yang diperlukan untuk pemulihan di Gaza akan berkali-kali lipat dari jumlah $3,9 miliar yang dibutuhkan setelah perang 2014,” ujar Allazeh.
Perekonomian Gaza telah amburadul bahkan sebelum konflik akibat blokade ekonomi “Israel”, dengan perekonomian di wilayah kantong tersebut mengalami kontraksi sebesar 4,5 persen dalam tiga kuartal pertama 2023, menurut perkiraan UNCTAD.
Dua pertiga penduduknya hidup dalam kemiskinan dan 45 persen angkatan kerja menganggur sebelum konflik. Pada Desember, pengangguran telah melonjak hingga mencapai 79,3 persen, kata UNCTAD.
“Saya rasa komunitas internasional atau masyarakat di Gaza tidak mampu menanggung bencana kemanusiaan selama puluhan tahun,” kata Allazeh.
“Gaza perlu menjadi bagian dari agenda pembangunan, bukan diperlakukan sebagai sebuah kasus kemanusiaan.” (zarahamala/arrahmah.id)