JAKARTA (Arrahmah.id) – Pernyataan kontroversial disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro. Dia menyebut, sekitar 400 ribu aparatur sipil negara (ASN) masuk dalam kategori miskin sehingga berhak mendapat zakat.
Sontak saja, pernyataan tersebut langsung dibantah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bagi MUI, personel ASN memiliki penghasilan minimal sesuai dengan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Karena itu, mereka tidak masuk kategori miskin dan berhak menerima dana zakat (mustahik).
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI Pusat M. Cholil Nafis mengatakan, secara umum orang yang berhak menerima zakat adalah orang miskin.
”Miskin itu adalah orang yang penghasilannya kurang dari kebutuhannya,” katanya di sela menghadiri Halaqah Harlah Ke-101 NU di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Jogjakarta, kemarin (29/1), lansir Jawa Pos.
Cholil mengatakan, ASN di level terendah sekalipun sudah berpenghasilan di atas UMK. Menurut dia, ketika nominal UMK itu sudah ditetapkan, artinya sudah mencukupi kebutuhan seseorang.
Dia menegaskan, miskin itu ketika kebutuhan lebih banyak ketimbang pendapatan. Bukan daftar keinginan.
”Makanya kalau Rp 7 juta, di tempat saya di Madura sudah lebih sekali,” katanya.
Tetapi, nominal gaji Rp 7 juta untuk ASN di Jakarta tidak miskin, namun pas-pasan. Jadi, bukan berarti ASN yang gajinya Rp 7 juta masuk golongan yang boleh menerima zakat. Di sisi lain, ASN dengan gaji sebesar itu belum masuk dalam kelompok yang wajib membayar zakat.
(ameera/arrahmah.id)