Runtuhnya idealisme perjuangan dalam gerakan Islam, biasanya diawali dengan krisis loyalitas, kemudian diiringi lemahnya komitmen perjuangan. Bermula dari sinilah munculnya problem futur alias kaslan (malas, lemah, kehillangan semangat berjuang). Mula-mula tidak aktif dalam kajian maupun pertemuan institusi, hanya mengamati dari jauh. Berlanjut, lepas dari ikrar harakahnya, setelah itu menghilang atau menyeberang ke tempat lain.
Problem futur nyata ada di kalangan aktivis harakah. Ada yang datang dan menemani separuh perjalanan. Ada yang datang hanya sekilas memberi pelajaran, lalu menghilang. Ada pula yang datang lalu membersamai hingga tujuan akhir. Sedihnya, ada yang datang sebagai orang dekat, lalu kembali lagi menjadi asing.
Datang dan pergi hanyalah bagian kecil dari proses konsolidasi potensi perjuangan. Tapi dampak buruknya sungguh melelahkan. Seperti ungkapan pendiri Ikhwanul Muslimin Syeikh Hasan Al-Banna: “Apabila setiap perjuangan selalu dimulai dari titik nol, belum tentu kita bisa mencapai setengah perjalanan para pendahulu. Lalu kapankah kita akan sampai ke tempat tujuan?”
Suatu ketika, datang seorang senior organisasi mujahidin, menemui pimpinan institusinya. Ia mengaku sangat kecewa, dan merasa sedang berada “di kolam sempit dan cetek”. Dan ingin keluar agar bisa berkiprah di tempat lain. “Bila mendapat rezki yang berlimpah, katanya, dia ingin membina umat di kolam yang lebih lebar.”
Belakangan, setelah dinon aktifkan barulah terungkap penyebab kekecewaannya. “Sudah cukup lama saya renungkan, adanya ikhwan yang keluar dari institusi mujahidin ini karena sikap serta pelayanan yang tidak memuaskan terhadap anggota,” katanya menyesali. Kini ia mulai menjalankan misinya, memprovokasi kelompok futur alias kaslan untuk mengikuti jejak langkahnya.
Tidak sabar dan tidak ikhlas dalam berjuang, merupakan pemicu utama sikap futur. Gerakan Islam bukanlah zona nyaman untuk menikmati hidup dunia, dengan fasilitas serba ada. Melainkan arena tempat menghibahkan diri demi memperoleh ridha Allah. Tidak masalah bila tidak dihargai, tidak populer, tidak diakui eksistensinnya. Tidak dikenal di dunia tapi dikenal di langit, jauh lebih afdhal daripada dihormati, dimuliakan yang membuat diri pemalas dan angkuh.
Seperti ungkapan bijak : “Prestasi menentukan posisi, bukan koneksi yang menentukan posisi.”
Teringat, pada 1985 terbit sebuah buku berjudul Al-shahwah al-Islamiyah bain al Juhud wa al-Tatharruf (Islam Ekstrem, Analisis dan Pemecahannya) karya Syeikh Yusuf Qardhawi. Di dalam buku tersebut, selain nasehat kepada generasi muda Islam, Yusuf Qardhawi membeberkan keprihatinannya menyaksikan fenomena ektremisme yang memecah belah gerakan Islam dari dalam. Ia membuat analogi dengan mengatakan:
“Bila terdapat seribu pembangun, dibelakangnya ada seorang peruntuh, maka itu sudah cukup untuk menghancurkan seribu bangunan. Bagaimana jika hanya ada seorang pembangun, dibelakangnya terdapat seribu peruntuh, maka dia akan bisa meluluh lantakkan semua bangunan”.
Musuh Islam jumlahnya sangat banyak, mengapa para peruntuh memilih gerakan yang berjuang menegakkan syariat Islam sebagai sasaran kebencian dan permusuhan? Apa untungnya sih, melemahkan, merecoki gerakan penegak syariat Islan, selain membuat setan tertawa gembira?
Keruntuhan idealisme, lemahnya semangat jihad, hilangnya sikap istiqamah, adakalanya disebabkan kezaliman penguasa, permusuhan orang kafir dan munafik. Tapi problem dan perpecahan internal organisasi jauh lebih efektif melemahkan semangat jihad, menggoyang istiqamah, serta mengganggu soliditas.
Musababnya, bisa beragam. Bisa akibat para aktivis dakwah dan jihad ini dijangkiti virus kaslan (jenuh, malas, kecewa). Bisa disebabkan hamaas (ambisi) yang tidak tersalurkan, dan tidak sabaran. Bisa juga karena ujub, merasa hebat, kehadirannya sangat dibutuhkan, seakan “tanpa dirinya organisasi akan runtuh dan tidak berdaya”.
Wahai para mujahid, jadilah pembangun bukan peruntuh. Rawatlah institusi para mujahid ini dengan dakwah dan jihad fi sabilillah. Kuatkan ukhuwah, focus kearah tujuan perjuangan. Renungkan firman Allah Swt ini:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ ۗذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Wahai kaum mukmin, siapa saja di antara kalian keluar dari Islam, Allah akan mengganti kalian dengan kaum yang dicintai Allah dan mereka mencintai Allah. Mereka bersikap santun kepada orang-orang mukmin, tetapi bersikap keras kepada orang-orang kafir. Mereka berjihad untuk membela Islam, dan sama sekali tidak takut pada celaan siapa pun. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah Mahaluas rahmat-Nya dan Maha Mengetahui semua perbuatan kalian. (QS Al-Ma’idah (5) : 54)
Ibnu Katsir menjelaskan, “man yartadda minkum ‘an diinihi” maksudnya adalah orang yang berpaling dari menolong agama-Nya dan menegakkan syariah-Nya. Orang tersebut kembali dari kebenaran kepada kebatilan.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَتَّقُوا اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّكُمْ فُرْقَانًا وَّيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ
Wahai kaum mukmin, jika kalian taat kepada Allah, pasti Allah akan memberikan kepada kalian kecerdasan untuk membedakan antara yang benar dengan yang batil. Allah akan menghapuskan semua dosa kalian dan mengampuni kalian. Allah memiliki rahmat yang sangat besar. (QS Al-Anfal (8) : 29)
Yogyakarta, 15 Januari 2024
Irfan S. Awwas