GAZA (Arrahmah.id) – Surat kabar Prancis Liberation melaporkan pada Sabtu (2/12/2023), bahwa tentara “Israel” menggunakan teknik kecerdasan buatan (AI) untuk melancarkan perang komprehensif di Jalur Gaza, di mana mereka dapat memperkirakan jumlah korban sipil dalam pengeboman tersebut, dengan mengatakan bahwa algoritma yang dikembangkan oleh “Israel” atau perusahaan swasta adalah salah satu metode pengeboman yang paling merusak dan mematikan di abad ke-21.
Surat kabar Prancis tersebut mengutip surat kabar “Israel” The Jerusalem Post bahwa tentara “Israel” mengklaim melancarkan apa yang disebutnya “perang kecerdasan buatan” pertama, menggunakan 3 algoritma, yaitu “Alchemist”, “The Gospel”, dan “Depth of Wisdom”.
Gunakan algoritma
Militer “Israel” menggunakan algoritma ini untuk menganalisis sejumlah besar data intelijen dan dengan cepat memperkirakan dampak dari berbagai potensi opsi strategis.
Surat kabar tersebut melaporkan bahwa tentara “Israel” menggunakan dua alat khusus dalam perangnya di Jalur Gaza: “The Gospel” dan “Fire Factory”.
Yang pertama bertujuan untuk menyarankan target serangan yang paling relevan, dalam batas tertentu. Yang kedua digunakan untuk meningkatkan rencana serangan terhadap pesawat dan drone tergantung pada sifat target yang dipilih, dan algoritma juga bertanggung jawab untuk menghitung jumlah amunisi yang dibutuhkan, menurut surat kabar tersebut.
Surat kabar itu menambahkan bahwa sistem kecerdasan buatan tentara “Israel” dioperasikan oleh operator yang harus memverifikasi dan menyetujui target dan rencana serangan, yang berarti bahwa sistem ini tidak akan membuat keputusan langsung untuk melepaskan tembakan, meskipun sebagian dari prosesnya akan dilakukan secara otomatis.
Menargetkan warga sipil bukanlah suatu kebetulan
Surat kabar tersebut mengatakan bahwa algoritma “The Gospel” menjadikan korban sipil sebagai salah satu elemen yang dipertimbangkan dalam menentukan target baru untuk pengeboman.
Media “Israel” mengutip wawancara dengan sumber militer, yang mengatakan bahwa misil mereka ke Gaza tidak dilakukan secara acak. Ia menyatakan bahwa “ketika seorang gadis berusia tiga tahun terbunuh di sebuah rumah di Gaza, itu karena seorang tentara “Israel” memutuskan bahwa kematiannya tidak penting,” sambil menekankan bahwa mereka mengetahui tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh pemboman tersebut.
“Kami bukan Hamas. Ini bukan roket sembarangan. Semuanya disengaja. Kami tahu persis berapa banyak kerusakan tambahan yang terjadi di setiap rumah.”
Pengeboman yang dahsyat
Surat kabar tersebut mengutip media “Israel” yang mengatakan bahwa penggunaan teknologi ini menjelaskan bagaimana tentara “Israel” mampu mengebom Jalur Gaza dengan kecepatan yang begitu tinggi.
Menurut angka dari tentara “Israel”, mereka mengebom 15.000 lokasi selama 35 hari pertama perang di Jalur Gaza, dan mengakui bahwa algoritma “The Gospel” secara otomatis memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi “target dengan cepat.”
Surat kabar tersebut melaporkan bahwa tentara “Israel” mengatakan bahwa algoritma “The Gospel” mencatat 100 target per hari untuk pengeboman, sementara tentara “Israel” menempatkan 50 target setiap tahun di Gaza untuk mengebom mereka, dan mantan perwira militer menggambarkan algoritma tersebut sebagai “pabrik pembunuhan massal”.
Salah satu sumber menjelaskan bahwa “The Gospel” memproses sejumlah besar data yang tidak dapat diproses oleh puluhan ribu petugas intelijen.
Sistem ini, menurut seorang mantan perwira intelijen “Israel”, “memungkinkan tentara (Israel) menjalankan ‘pabrik pembunuhan massal’, yang penekanannya adalah pada kuantitas dan bukan pada kualitas.”
“Lima sumber berbeda mengkonfirmasi bahwa jumlah warga sipil yang mungkin terbunuh dalam serangan terhadap tempat tinggal pribadi telah diketahui sebelumnya oleh intelijen “Israel”, dan muncul dengan jelas dalam file target di bawah kategori ‘kerusakan tambahan’,” kata laporan itu.
Salah satu sumber menyatakan bahwa “Ketika arahan umum tertulis ‘Collateral Damage 5’, itu berarti kami berwenang untuk menyerang semua target yang akan membunuh lima warga sipil atau kurang, kami dapat melakukan tindakan terhadap semua target yang berjumlah lima warga sipil atau kurang.” (zarahamala/arrahmah.id)