GAZA (Arrahmah.id) – Seorang peneliti terkemuka mengatakan bahwa bukti-bukti kuat mengindikasikan bahwa “Israel” telah melakukan kejahatan perang dalam serangan-serangannya ke Gaza baru-baru ini.
Anthony Dworkin, seorang peneliti kebijakan senior di European Council on Foreign Relations, menyimpulkan hal tersebut setelah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap serangan-serangan terbaru “Israel” ke daerah kantong Palestina tersebut.
Memperhatikan bahwa jumlah korban dalam serangan “Israel” melebihi 14.000 orang dan bahwa “Israel” telah melakukan operasi militer terhadap rumah sakit-rumah sakit di Gaza, Dworkin mengatakan bahwa para pemimpin Eropa menghindari diskusi publik tentang apakah “Israel” melakukan kejahatan perang, lansir Anadolu (22/11/2023).
Dia mengatakan beberapa pemimpin, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron, tidak lebih dari sekadar mengungkapkan keprihatinan tentang dampak serangan terhadap warga sipil.
“Ketika kampanye militer memasuki fase baru yang mungkin melibatkan operasi di wilayah selatan Gaza yang sekarang padat penduduk dan menimbulkan pertanyaan yang semakin meningkat tentang bagaimana operasi itu akan berakhir, sudah saatnya para pemimpin Eropa berbicara lebih jelas tentang apa yang dituntut oleh hukum internasional,” katanya.
Dworkin menunjuk pada adanya dua perangkat aturan, yaitu hukum perang dan hukum kemanusiaan internasional, yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada masa konflik. Secara khusus, ia menunjukkan bahwa pelanggaran hukum humaniter internasional merupakan kejahatan perang.
Dia mengatakan bahwa hukum humaniter internasional dengan jelas menggambarkan batas-batas yang menyebabkan kerugian bagi warga sipil selama operasi militer.
Dia mencatat bahwa hukum humaniter internasional menyerukan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi non-kombatan sambil mengakui bahwa tidak ada perang tanpa warga sipil yang terkena dampaknya.
Dworkin mengatakan bahwa bahkan dalam serangan yang menargetkan sasaran militer, ada batasan untuk menyebabkan korban sipil. Dia mencatat bahwa dilarang melancarkan serangan dalam situasi di mana kemungkinan warga sipil menderita kerugian lebih tinggi daripada kemungkinan target militer yang diserang.
“Namun demikian, tinjauan terhadap bukti-bukti yang ada menunjukkan dengan kuat bahwa ‘Israel’ telah melanggar hukum kemanusiaan internasional dan melakukan kejahatan perang,” katanya.
Dworkin juga mengutip pemblokiran “Israel” terhadap pasokan bahan pokok yang masuk ke Gaza dan serangannya terhadap tanki air, pembangkit listrik, dan kapal penangkap ikan sebagai contoh hukuman kolektif.
Serangan yang menyebabkan kerugian warga sipil yang tidak proporsional adalah kejahatan perang, tegasnya.
“Untuk mengambil satu contoh saja, sulit untuk melihat bagaimana serangan ‘Israel’ ke kamp pengungsi Jabalia, yang menewaskan sedikitnya 195 orang menurut pihak berwenang Gaza dan tampaknya menewaskan dua perwira Hamas dan sejumlah pejuang lainnya, memenuhi ambang batas ini,” katanya.
“Menurut para ahli yang telah mempelajari praktik-praktik penargetan pasukan militer yang berbeda, serangan-serangan ‘Israel’ telah menyebabkan tingkat kematian warga sipil yang jauh lebih tinggi daripada yang diizinkan oleh pasukan Amerika Serikat atau Inggris dalam perang kontra-pemberontakan,” tambahnya.
“Israel” telah melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza setelah serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober.
Jumlah korban tewas Palestina akibat serangan “Israel” di Jalur Gaza telah melonjak menjadi 14.128 orang, Kementerian Kesehatan di daerah kantong yang diblokade tersebut mengatakan pada Selasa.
“Para korban termasuk lebih dari 5.840 anak-anak dan 3.920 wanita,” kementerian menambahkan dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, jumlah korban tewas dari pihak “Israel” mencapai 1.200 orang, menurut angka resmi. (haninmazaya/arrahmah.id)