GAZA (Arrahmah.id) – Dalam salah satu wawancara terakhirnya sebelum terbunuh dalam serangan udara “Israel” pada akhir pekan lalu, seorang dokter Palestina menunjukkan ketangguhan dan perlawanannya terhadap situasi yang mengerikan di Gaza, dengan mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan pasien-pasiennya untuk mati.
Kata-kata Dr. Hammam Alloh dari wawancaranya dengan Democracy Now pada 31 Oktober muncul kembali setelah dia terbunuh pada Sabtu dalam serangan udara yang dilaporkan menghantam rumah istrinya.
Dr. Hamam adalah seorang ahli nefrologi di Rumah Sakit Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza utara yang baru-baru ini menjadi pusat perang “Israel” yang sedang berlangsung di Gaza.
Konflik telah mendorong banyak warga sipil untuk mencari perlindungan di rumah sakit yang telah berjuang untuk merawat pasien yang kritis di tengah kekurangan bahan bakar, listrik, air, dan pasokan medis dasar, lansir Al Arabiya (14/11/2023).
“Kalau saya pergi, siapa yang merawat pasien saya?” Dr. Hamam menjawab ketika ditanya mengapa ia tidak mau menanggapi seruan untuk meninggalkan Gaza utara menuju selatan. “Kami bukan binatang, kami memiliki hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang layak. Kami tidak bisa pergi begitu saja.”
Ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa ia tidak akan memilih nyawanya sendiri daripada pasiennya yang membutuhkan perawatannya, dan mengatakan kepada orang yang diwawancarai bahwa mengevakuasi rumah sakit akan bertentangan dengan prinsip-prinsip mengapa ia menjadi seorang dokter.
“Anda pikir saya kuliah di sekolah kedokteran dan pasca sarjana selama 14 tahun, jadi saya hanya memikirkan hidup saya dan bukan pasien saya?” jawabnya. “Apakah Anda pikir ini adalah alasan saya pergi ke sekolah kedokteran, untuk hanya memikirkan hidup saya? Ini bukan alasan mengapa saya menjadi dokter.”
Selama wawancara, Dr. Hamam juga menyinggung situasi di Rumah Sakit Al-Shifa, mengatakan bahwa banyak dari mereka yang mencari perlindungan di pusat kesehatan telah tinggal di sekitarnya.
“Banyak dari mereka tidak memiliki cukup ruang untuk masuk ke lorong-lorong rumah sakit, sehingga mereka tinggal di sekitar bangunan dan di taman,” katanya.
“Israel” mengatakan bahwa rumah sakit tersebut berada di atas terowongan yang menjadi markas pejuang Hamas yang menggunakan pasien sebagai tameng, sebuah klaim yang dibantah oleh gerakan Palestina.
Ketika ditanya tentang klaim “Israel” tersebut, sang dokter mengatakan bahwa ia telah bekerja di rumah sakit tersebut selama dua tahun dan tidak pernah memiliki keraguan yang mendukung pernyataan tersebut.
“Saya bukan pengacara, tapi inilah jawaban saya. Saya tidak pernah melihat ini selama lebih dari dua tahun. Jika ini benar, setidaknya saya akan melihat sebuah petunjuk,” katanya. (haninmazaya/arrahmah.id)