Oleh Ine Wulansari
Pendidik Generasi
Kontestasi pemilihan presiden 2024 kian menggema. Perayaan ini diramaikan oleh sejumlah figur pejabat mulai dari menteri kepala daerah, hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan keikutsertaan para pejabat publik tersebut, dikhawatirkan akan menyalahgunakan fasilitas negara. Tanpa adanya pengawasan dan pencegahan, kontestan pilpres 2024 mungkin saja berkompetisi tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Diketahui, ada tiga bakal wapres dan cawapres yang sudah mendaftar. Dari ketiganya, hanya dua figur yang telah nonaktif sebagai pejabat, yakni Anies Baswedan (mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022) dan Ganjar Pranowo (mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode yang aktif 23 Agustus 2013-5 September 2023. Selebihnya pejabat-pejabat yang terkait bakal wapres dan cawapres masih aktif dengan jabatannya masing-masing.
Menurut Khoirunnisa Nur Agustyati selaku Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan, peluang penggunaan fasilitas negara dalam pemilu tahun depan akan terbuka. Apalagi jika seseorang itu masih menjabat. Penyalahgunaan ini sangat berpotensi, dimana peserta pemilu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kepentingan kampanye, misalkan program-program pemerintah yang dijadikan alatnya. (tirto.id, 25 Oktober 2023)
Rawan Penyelewengan Anggaran
Pemanfaatan fasilitas negara bukan sekadar program-program yang menjadi bahan kampanye, apalagi dilakukan pejabat publik yang masih aktif dan mencalonkan diri sebagai peserta pemilu. Kekhawatiran selanjutnya terkait anggaran yang bisa saja diselewengkan selama masa kampanye. Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita menyampaikan, anggaran negara merupakan salah satu sasaran empuk dalam penyalahgunaan fasilitas negara. Di mana anggaran yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyat sesuai skema, justru rawan diselewengkan demi kepentingan kampanye.
Ia menyarankan para kontestan pilpres 2024 mengajukan cuti selama periode pemilu berlangsung. Para kontestan diminta agar benar-benar menjaga integritas dengan tidak memanfaatkan jabatannya dalam proses pencalonan. Ketegasan dan pengawasan dari Bawaslu sangat diperlukan. Tidak boleh ragu-ragu untuk mengatakan pelanggaran.
Di sisi lain, Komisioner KPU RI, Idham Holik menyatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada kontestan pemilu agar menaati peraturan yang berlaku. Termasuk, kata Idham, peraturan PKPU No 15 Tahun 2023 yang berisi teknis kampanye dan pelarangan penggunaan fasilitas negara.
Pemilihan Pemimpin Ala Demokrasi Kapitalisme, Lupa Kewajiban
Meski pemilu baru akan diselenggarakan tahun depan, negara sudah sibuk dan fokus pada ajang pesta rakyat lima tahunan ini. Sampai-sampai masalah pelik yang dihadapi masyarakat, salah satunya buruh diabaikan. Said Iqbal selaku Presiden Partai Buruh memberi kritikan kepada pemerintah yang dianggap kurang memperhatikan pembahasan upah minimum 2024, tentang rapat pengupahan Dewan Kabupaten Kota, Provinsi, dan Nasional tidak digelar karena sibuk berpolitik. Ditambah lagi Kementerian Ketenagakerjaan masih bingung dalam menentukan besaran indeks tertentu. Padahal, segala kebutuhan pokok naik mencapai 15 persen, sehingga para buruh menuntut kenaikan upah sebanyak 15 persen tahun depan.
Melihat kesibukan yang tengah dihadapi negara saat ini menjelang pemilu 2024, termasuk di dalamnya para pejabat publik justru kita melihat ada potensi pengabaian tugas dan tanggung jawab terhadap hak rakyat. Bagaimana tidak, dapat ditemukan pejabat yang masih aktif justru wara-wiri mencari dukungan dengan blusukan ke berbagai tempat. Baik itu pondok pesantren ataupun tempat-tempat yang dirasa memiliki peluang dalam menyumbangkan suara nantinya. Sedangkan problem yang dihadapi masyarakat terlupakan bahkan terkesan diabaikan.
Sekalipun ada KPU sebagai lembaga yang mengatur jalannya pemilu, keberadaannya justru memberi peluang penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk kepentingan pribadi atau golongan. Baik yang terkait dengan fasilitas negara juga anggaran. Pejabat aktif dapat memanfaatkan kendaraan plat merah untuk kampanye atau anggaran misalkan untuk pembangunan jalan dipakai untuk membeli hadiah yang akan diberikan kepada penyelenggara pemilu.
Menelisik hal tersebut, bisa menjadi bentuk ketidakadilan yang dilegitimasi oleh negara, apalagi didukung oleh regulasi yang ada. Semua fakta tersebut tidak terlepas dari aturan hidup yang dibuat oleh manusia. Berbagai kepentingan telah mendominasi dibandingkan dengan tugasnya dalam menyejahterakan rakyat. Lembaga pengawas pun hanya sebatas wadah yang keberadaannya pun masih bisa dikendalikan. Begitu juga dengan rakyat, hanya suara yang dibutuhkan untuk mendorong mereka pada tampuk kekuasaan. Inilah gambaran penguasa dan regulasinya saat ini, Demokrasi Kapitalisme merusak berbagai sendi kehidupan termasuk dalam pemilihan pemimpin. Di mana mereka lebih disibukkan dengan kepentingan sendiri dan golongan, sehingga lupa kewajibannya mengurus rakyat. Asalkan tujuannya tercapai segala cara akan ditempuh.
Pemilihan Pemimpin Dalam Islam
Islam agama sempurna yang diturunkan Allah Ta’ala untuk mengatur manusia, alam semesta, dan kehidupan secara totalitas. Aturannya yang paripurna bertujuan mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Begitu juga dalam hal memilih pemimpin, dalam prosesnya sangat ketat dan mengutamakan kejujuran. Penyalahgunaan untuk kepentingan pribadi dan golongan sangat diharamkan dalam Islam.
Mekanisme pemilihan pemimpin sangat efektif mencegah terjadinya konflik kepentingan dan memanfaatkan jabatan. Salah satu syarat penguasa tertuang dalam firman Allah Ta’ala : “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.” (QS. At-Thalaq: 2). Dalam Qur’an surat At-Thalaq tersebut dinyatakan bahwa seorang saksi haruslah adil, maka posisi seorang pemimpin atau calon pemimpin memiliki kedudukan yang agung dibandingkan dengan saksi. Hal inilah menjadi syarat utama bagi pemimpin dalam Islam.
Adil merupakan segala sesuatu yang ditempatkan pada posisinya. Oleh karenanya, pemimpin yang adil akan menerapkan syariat Islam di segala sendi kehidupan. Ketika ada pejabat yang masih aktif, kemudian menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan golongan, maka hal tersebut bersifat tidak adil bahkan terkategori zalim. Di dalam Islam, saat ada konflik kepentingan dengan memanfaatkan jabatan akan segera dicegah. Karena masyarakat yang dibina oleh syariat akan menjadi masyarakat yang bertakwa. Sehingga, akan menegakkan amar makruf nahi mungkar dan mengawasi jika ada pejabat yang menyeleweng.
Pejabat pun akan diawasi oleh majelis umat. Jika diduga terjadi penyalahgunaan kekuasaan, rakyat dan majelis umat bisa mengadukan pejabat tersebut kepada Mahkamah Mazalim yang akan mengadili penguasa tersebut dan memberi sanksi yang tegas. Dengan demikian, penyelewengan kekuasaan akan terselesaikan dengan tuntas. Sehingga akan tercipta keadilan yang membawa keberkahan dan kemaslahatan bagi masyarakat. Sungguh, Islam merupakan sistem dambaan umat yang membawa pada keadilan yang hakiki.
Wallahua’lam bish shawab.