Sebuah ledakan di Rumah Sakit Baptis al-Ahli, sebuah kompleks medis yang dikelola umat Kristen di pusat Kota Gaza, diperkirakan menewaskan sedikitnya 500 orang pada Selasa (17/10/2023), menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Rumah Sakit Al Ahli Arab adalah salah satu dari 22 rumah sakit di Gaza utara yang berjuang untuk merespon situasi yang tidak menentu saat ini. Pada akhir 12 Oktober, militer “Israel” memerintahkan evakuasi di ujung utara wilayah tersebut, termasuk Kota Gaza, sebagai awal pengiriman tentara untuk menetralisir Hamas.
Namun perintah evakuasi telah menciptakan kekacauan dan kepanikan di antara lebih dari 2 juta warga Palestina di Gaza, salah satu tempat terpadat penduduknya di dunia.
Rumah sakit telah memohon agar mereka bisa tetap terbuka untuk merawat para korban kekerasan yang sedang berlangsung. Rumah sakit Ahli, yang dioperasikan oleh Keuskupan Episkopal Yerusalem, rusak akibat tembakan roket “Israel” pada 14 Oktober malam, dan empat anggota staf terluka, menurut pernyataan dari Uskup Agung Canterbury, Justin Welby.
Rumah Sakit tertua kedua di Jalur Gaza
Didirikan lebih dari satu abad yang lalu, Rumah Sakit Al-Ahli adalah rumah sakit tertua kedua di Jalur Gaza. Sumber menyebutkan bahwa rumah sakit ini didirikan pada 1882.
Rumah sakit ini didirikan oleh Church Mission Society of the Church of England. Kemudian dikelola oleh misi medis Gereja Baptis Selatan. Itu terjadi antara 1954-1982.
Sejak awal 1980-an, Gereja Episkopal Injili Yerusalem telah mengambil alih manajemen rumah sakit tersebut.
Rumah Sakit Al-Ahli, yang dulu bernama Al-Mamadani, berkantor pusat di lingkungan Al-Zaytoon, selatan Kota Gaza. Ini adalah salah satu pusat kesehatan terbesar di seluruh Gaza, karena menyediakan dukungan medis bagi ribuan warga Palestina, terutama keluarga miskin dan kelas pekerja.
Pada hari-hari awal perang “Israel” di Gaza, “Israel” memperingatkan berbagai rumah sakit, termasuk Al-Ahli bahwa mereka harus mengungsi, dan rumah sakit tersebut akan dibom.
Namun manajemen berbagai rumah sakit di Jalur Gaza menolak untuk melakukan evakuasi, karena kondisi kritis ribuan warga sipil Palestina yang menjadi sasaran bom “Israel” sejak dimulainya perang pada 7 Oktober.
Pada Sabtu 14 Okober, “Israel” dilaporkan mengebom Pusat Perawatan Kanker Diagnostik rumah sakit tersebut.
Warga Palestina kemudian mulai memberikan peringatan bahwa “Israel” serius dengan ancamannya untuk menargetkan rumah sakit Palestina.
Permasalahan menjadi semakin mendesak ketika ribuan warga sipil Palestina mengungsi di Al-Ahli dan rumah sakit lainnya.
Warga Palestina yang mengungsi terpaksa meninggalkan rumah mereka, menyusul perintah militer “Israel” bahwa seluruh wilayah utara Gaza – yang diperkirakan berpenduduk lebih dari 1 juta warga Palestina – harus dievakuasi. Sebagian besar, jika tidak semua, mereka yang terbunuh di Al-Ahli adalah warga Palestina yang mengungsi, pasien, atau keluarga mereka.
Sebelum penembakan roket pada tanggal 14 Oktober, rumah sakit menampung sekitar 6.000 pengungsi, kemudian banyak dari mereka yang melarikan diri, dengan sekitar 1.000 orang tersisa di halaman.
Pada 16 Oktober, “Israel” memerintahkan 21 rumah sakit di Gaza, termasuk Rumah Sakit Arab al-Ahli, untuk dievakuasi. Karena tidak tersedia cukup tempat tidur di rumah sakit di wilayah selatan untuk menampung pasien, rumah sakit di wilayah utara Gaza mengabaikan peringatan “Israel” untuk melakukan evakuasi, menurut petugas medis. Jalan-jalan yang rusak atau tersumbat akibat puing-puing pengeboman “Israel” selama berhari-hari membuat tidak mungkin mengangkut banyak pasien, terutama mereka yang bergantung pada ventilator atau bayi baru lahir.
IDF menuduh PIJ
IDF mengatakan bahwa penyebab ledakan itu adalah roket salah sasaran yang diluncurkan oleh Jihad Islam Palestina (PIJ), salah satu faksi perlawanan Palestina yang bersekutu dengan Hamas.
Laksamana Muda Daniel Hagari, jubir IDF mengatakan bahwa intelijen mengindikasikan bahwa PIJ telah meluncurkan rentetan roket di dekat rumah sakit, dan membagikan foto udara yang dikumpulkan yang menurutnya tidak sesuai dengan amunisi “Israel”.
PIJ menolak bertanggung jawab.
Menyusul ledakan tersebut, akun Twitter “Israel” menerbitkan pernyataan mengenai serangan tersebut yang mengklaim bahwa serangan tersebut adalah akibat dari roket musuh.
Terlampir pada tweet tersebut adalah serangkaian rekaman pengawasan yang mereka klaim sebagai serangan tersebut. Video yang dilampirkan pada tweet tersebut kemudian dihapus oleh akun tersebut, setelah Eric Toler, seorang jurnalis di tim investigasi visual NYT menunjukkan stempel waktu yang tercantum dalam video tersebut setidaknya 40 menit setelah ledakan terjadi.
Berkelit seperti di kasus Shireen Abu Akleh
Banyak pengamat menyoroti kesamaan antara penolakan “Israel” atas pengeboman Rumah Sakit al-Ahli di Gaza dan tanggapannya terhadap pembunuhan jurnalis Al-Jazeera Shireen Abu Akleh tahun lalu.
Setelah pasukan “Israel” menembak mati Abu Akleh, para pejabat “Israel” membantah terlibat dalam insiden tersebut dan mencoba menyalahkan warga Palestina yang bersenjata.
Kantor Perdana Menteri Naftali Bennett merilis sebuah video yang menunjukkan seorang warga Palestina menembakkan senjata ke sebuah gang, mengklaim bahwa rekaman tersebut mendukung teori mereka.
“Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan, nampaknya orang-orang Palestina yang bersenjata – yang menembak tanpa pandang bulu pada saat itu – bertanggung jawab atas kematian jurnalis tersebut,” kata kantor perdana menteri saat itu.
Video yang menyertainya dengan cepat dibantah. “Israel” akhirnya mengakui bahwa salah satu tentaranya membunuh Abu Akleh namun mengatakan penembakan itu tidak disengaja. (zarahamala/arrahmah.id)