CHICAGO (Arrahmah.id) — Seorang pelajar berusia 16 tahun di Illinois membakar salinan Al Quran. Organisasi hak asasi manusia mengatakan di terpengaruh organisasi Hindu radikal Hindu Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) yang berbasis di India.
Dilansir Middle East Eye (4/10/2023), insiden tersebut terjadi pada bulan Juni di Naperville, pinggiran kota Chicago, namun video pembakaran baru saja viral diposting ke media sosial.
Dalam video tersebut, seorang anak laki-laki menggunakan korek api membakar Al Quran sambil berdiri di lapangan rumput. Setelah membakar dia melemparkan Al Quran ke tanah.
Insiden di Naperville kemungkinan besar terjadi bersamaan dengan pembakaran Al Quran di Swedia, yang menyebabkan ribuan orang di seluruh dunia memprotes pembakaran tersebut.
Menurut Indian American Muslim Council (IAMC), organisasi advokasi Muslim India terbesar di AS, pelajat tersebut mengakui tindakan tersebut dan mengklaim alasannya melakukan hal tersebut adalah karena “[Al Quran] mengatakan untuk membunuh semua non-Muslim dan itu memfitnah agama lain,” sebuah mitos anti-Muslim yang dia klaim telah dilihatnya di media sosial, kata IAMC.
Ini bukan insiden yang terjadi secara acak, kata Direktur Eksekutif IAMC Rasheed Ahmed kepada Middle East Eye.
“Dia tidak mempelajari ini di sekolah,” katanya. “Ini bukan buku sembarangan yang dia ambil untuk dibakar. Dia menjelaskan dengan jelas bahwa ini adalah Al Quran dan dia adalah seorang siswa tahun kedua yang memiliki pengetahuan bahwa itu adalah kitab agama yang dimiliki oleh agama tertentu dan harus dihormati.”
Menurut Ahmed, kekhawatiran utama adalah fakta bahwa ini bukan insiden yang terjadi satu kali saja.
Dua tahun sebelumnya, ada kampanye oleh kelompok-kelompok yang berpihak pada Hindu radikal yang menentang pembangunan masjid di Naperville.
Menurut Ahmed, pelajar yang bertanggung jawab atas pembakaran Al Quran itu disebut-sebut telah menyuarakan penolakan terhadap masjid tersebut dalam dua kesempatan terpisah.
“Pertanyaan besar yang muncul di benak saya sekarang adalah Al-Quran, apa selanjutnya?” kata Ahmed.
Ahmed berpendapat bahwa sentimen anti-Muslim di AS merupakan perpanjangan dari peningkatan Islamofobia di India. Sejak Narendra Modi menjadi perdana menteri India pada tahun 2014, kelompok hak asasi manusia telah melaporkan peningkatan pelanggaran terhadap kelompok minoritas, termasuk Muslim dan Kristen. (hanoum/arrahmah.id)