JAKARTA (Arrahmah.id) – Perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Namun soal keagamaan, khususnya Islam, AI belum bisa memenuhi syarat untuk dijadikan sumber rujukan.
Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) adalah yang bersifat natural language processing (NLP). AI model ini diberikan kemampuan selayaknya manusia untuk memahami dan memberikan penjelasan dengan kata-kata yang dimengerti manusia.
Pembentukan demikian karena memadukan nalar linguistik dan statistik. Kecanggihan ini ternyata tidak memenuhi syarat untuk mencari informasi terkait fatwa.
Hal ini disampaikan KH Hasan Nuri Hidayatullah, Ketua Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah Munas Alim Ulama NU 2023 saat menggelar Konferensi Pers di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023).
KH Hasan Nuri Hidayatullah atau yang biasa disapa Gus Hasan menjelaskan, Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah memutuskan larangan memanfaatkan teknologi AI untuk bertanya terkait fatwa.
“(Persoalan) yang kedua kaitan dengan kecerdasan buatan, mengenai bolehnya bertanya kepada AI yang dalam hal ini untuk dijadikan pedoman atau dipedomani, itu dilarang ataupun diharamkan atau tidak boleh. AI memiliki kecerdasan tapi dia belum bisa menjadi objek untuk memohon fatwa. Karena unsur kebenarannya belum terjamin,” ujar Gus Hasan, lansir Detik.com.
Lebih lanjut, Gus Hasan juga menjelaskan bahwa saat ini sebagian besar teknologi AI masih diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang basisnya nonmuslim.
Dengan demikian, diharapkan agar masyarakat tidak memanfaatkan teknologi AI untuk bertanya berbagai hal terkait fatwa.
“Harapannya NU kedepannya bisa membangun AI sendiri. Agar isinya terjamin dari ulama dan ahli yang jelas,” lanjut Gus Hasan.
Rangkaian agenda Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) 2023 berlangsung mulai 18-20 September 2023 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur.
(ameera/arrahmah.id)