BAGHDAD (Arrahmah.id) — Tokoh pendeta Syiah Irak, Muqtada al Sadr menyalahkan banjir bandang di Libya yang menyebabkan lebih dari 5.000 orang tewas karena keterlibatan negara itu dalam hilangnya pendeta syiah Lebanon Musa al-Sadr pada tahun 1978.
Menulis di akun media sosialnya pada hari Selasa (12/9/2023), Sadr juga menyebutkan bahwa sejumlah penyebab bencana alam yang melanda beberapa negara baru-baru ini terkait dengan legalisasi pernikahan sesama jenis dan hak-hak LGBTQ.
“Sedangkan bagi Libya, dosanya tidak dapat dimaafkan karena tidak mengungkap nasib pemimpin perlawanan Arab Lebanon, Musa al-Sadr,” tulisnya, dikutip dari Middle East Eye (13/9). Musa al Sadr merupakan sepupunya.
“Semua hal ini harus dipertimbangkan… namun, kami memohon keselamatan kepada Tuhan bagi pria dan wanita beriman di timur dan barat bumi, bahkan di Libya.”
Pada tahun 1974, Musa al-Sadr mendirikan Gerakan Amal, sebuah partai politik Lebanon yang mempromosikan kepentingan Syiah di negara tersebut, yang merupakan komunitas yang terpinggirkan dan miskin pada saat itu.
Dia diundang untuk mengunjungi Libya pada tahun 1978 oleh Muammar Gaddafi dan melakukan perjalanan ke negara Afrika Utara bersama dua orang temannya.
Ketiganya terakhir terlihat pada tanggal 31 Agustus tahun itu dan keberadaan mereka masih belum diketahui, meskipun banyak yang menuduh Gaddafi – yang digulingkan pada tahun 2011 – sebagai pembunuh mereka.
Putra Gaddafi, Hannibal, saat ini ditahan di Lebanon, dan pihak berwenang bersikeras bahwa dia menyembunyikan informasi tentang kematian Musa al-Sadr.
Pada tahun 2021, Muqtada al Sadr mengumumkan bahwa sebuah komite telah dibentuk di Irak untuk menyelidiki hilangnya sepupunya.
Pada hari Rabu, Sadr mengatakan bahwa penyebaran “amoralitas dan korupsi” telah memicu bencana alam, khususnya di Barat. (hanoum/arrahmah.id)