LONDON (Arrahmah.id) — Di hadapan sekitar 250 orang di Universitas Queen Mary, London, akhir pekan kemarin, para ulama dan tokoh Muslim berbicara tentang keamanan dan perdamaian yang kini ada di Afghanistan. Hal itu terjadi setelah Afghanistan mengalami bertahun-tahun perang, serta masyarakat Islam yang kini sedang terbentuk.
Dilansir di 5 Pillars (12/9/2023), para tokoh tersebut, yang hadir pada peluncuran organisasi Sejahtera Afghanistan, juga membahas isu kontroversial mengenai pendidikan anak perempuan setelah penangguhan pendidikan di tingkat menengah ke atas pada tahun lalu.
tokoh ulama yang hadir dalam acara tersebut adalah Syekh Haitham Al Haddad, Syekh Suliman Gani, Syekh Hamid Mahmood, Syekh Ammar al-Madani, Mufti Ismail Satia dan Syekh Abdulkerim Karahanli. Syeikh Haitham mengatakan, tingkat profesionalisme para pemimpin pemerintahan yang ia temui benar-benar luar biasa.
“Mereka benar-benar ingin melakukan sesuatu untuk negara mereka dan untuk umat dan semoga Allah membantu mereka untuk melakukan hal tersebut,” kata Mufti Ismail Satia.
Dia mengatakan bahwa para ulama pergi ke Afghanistan dengan pikiran terbuka dan tidak memihak siapa pun. Kemudian dirinya menemukan fakta bahwa orang-orang Afghanistan sangat baik hati, murah hati, berhati besar, dan tangguh. Namun dampak yang lebih besar bagi dirinya adalah bahwa hal ini mengingatkan pada kisah-kisah para sahabat yang ia pahami.
“Mereka mengingatkan saya pada orang-orang yang berkorban demi Islam dan mereka yang rela melakukan apa pun demi Islam. Kami tidak berpikir orang-orang seperti ini ada saat ini tetapi berbicara dengan orang-orang di sana dan para ulama, saya menyadari bahwa orang-orang ini memiliki semangat yang sama dengan para Sahabat,” kata Syekh Hamid Mahmood.
Dia menambahkan, sebelum berangkat ke Afghanistan dirinya belum pernah melihat sesuatu yang positif di media arus utama. Namun setelah berbicara dengan anggota pemerintah Afghanistan, pihaknya menyadari bahwa mereka tidak hanya berusaha membebaskan diri dari penaklukan fisik dan kolonialisme, tetapi juga dari penaklukan fisik dan kolonialisme, perbudakan finansial, ekonomi, dan intelektual.
Syekh Ammar al-Madani pun mengatakan, citra umum yang dimiliki tentang Afghanistan sangat berbeda dengan kenyataan di lapangan. Kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan masyarakat sangat berbeda dengan apa yang digambarkan melalui saluran media.
“Permintaan saya adalah agar informasi apa pun yang masyarakat dunia cari (tentang Afghanistan) harus melalui saluran yang tepat,” kata dia. (hanoum/arrahmah.id)