MAROKO (Arrahmah.id) – Tim penyelamat di Maroko telah meningkatkan upaya untuk menemukan korban gempa bumi dahsyat pada Jumat (8/9/2023), dengan tujuan untuk menjangkau beberapa daerah terpencil di Pegunungan Atlas, di tengah-tengah laporan bahwa beberapa desa telah rata dengan tanah.
Tim penyelamat asing pertama terbang untuk membantu setelah gempa terkuat yang pernah terjadi di negara Afrika Utara tersebut menewaskan sedikitnya 2.122 orang dan melukai lebih dari 2.400 orang, sebagian besar dalam kondisi serius, menurut angka resmi yang diperbarui pada Ahad (10/9), seperti dilaporkan Al Jazeera.
Gempa berkekuatan 6,8 skala Richter tersebut melanda 72 kilometer (45 mil) barat daya kota kuno Marrakesh, yang merupakan tujuan wisata populer, dan di mana banyak penduduk kota tua tersebut tidur di jalanan setelah rumah mereka rusak.
Pada Ahad (10/9), gempa susulan berkekuatan 4,5 SR mengguncang wilayah yang sama.
Desa pegunungan Tafeghaghte, 60 km (37 mil) dari Marrakesh, hampir seluruhnya hancur, dengan hanya sedikit bangunan yang masih berdiri.
Tim penyelamat sipil dan anggota angkatan bersenjata Maroko mencari korban yang selamat dan jasad korban tewas. Saat satu mayat ditemukan dari reruntuhan sebuah rumah, empat lainnya masih terkubur di sana, kata penduduk.
“Semua orang telah tiada! Hati saya hancur. Saya tidak bisa dihibur,” tangis Zahra Benbrik (62), yang mengatakan bahwa ia telah kehilangan 18 orang kerabatnya, dan hanya jasad saudara laki-lakinya yang masih terperangkap. “Saya ingin mereka segera mengeluarkannya agar saya bisa berduka dengan tenang,” katanya.
Banyak rumah di pegunungan yang dibangun dari batu bata lumpur.
Di desa Amizmiz, dekat Tafeghaghte, sebuah ekskavator menyeret potongan-potongan reruntuhan terberat sebelum tim penyelamat menggali puing-puing berdebu untuk mengeluarkan mayat yang tampaknya berada di bawah selimut.
Kedua desa tersebut terletak di Provinsi Al-Haouz, lokasi pusat gempa, di mana pihak berwenang mencatat 1.351 orang tewas.
Menurut televisi publik Maroko, “lebih dari 18.000 keluarga terkena dampak” dari gempa di Al-Haouz.
Lahcen Haddad, seorang senator dan mantan menteri Maroko, menggambarkan kesulitan dalam menjangkau daerah-daerah terpencil, dengan mengatakan, “Kadang-kadang jalan [menuju desa-desa] tidak beraspal, jadi Anda harus membawa tentara untuk mencapai penduduk [di sana], dan kemudian Anda memulai misi penyelamatan di saat yang sama Anda mengevakuasi beberapa orang yang terluka.”
Tim penyelamat juga harus menghadapi longsoran batu yang menghalangi jalan menuju pegunungan.
Di Taalat N’Yaacoub, sekitar 90 km (56 mil) selatan Marrakesh, upaya untuk menemukan mereka yang terjebak di reruntuhan terus berlanjut. Menunggu dengan cemas, setelah kehilangan sembilan anggota keluarganya, Mohamed Ait Ighral berharap cucunya yang tersisa dapat diselamatkan.
“Ini menghancurkan hati saya,” katanya kepada Al Jazeera. “Saya kehilangan anak perempuan saya, anak-anaknya telah tiada. (Saya) sedang menunggu satu. Semoga saja dia masih hidup.”
Pada saat itu, anak laki-laki itu ditarik dari reruntuhan, dia sudah meninggal. Dia akan dimakamkan di dekat orang tuanya di pemakaman desa. (haninmazaya/arrahmah.id)