TRIPOLI (Arrahmah.id) – Pemerintah Libya membantah laporan, Kamis (17/8/2023), yang menyewakan pelabuhan ke negara asing untuk keperluan militer, Anadolu Agency melaporkan.
“Rumor bahwa negara telah menyerahkan atau mengizinkan penggunaan pelabuhan laut Al-Khums sebagai pangkalan angkatan laut asing adalah tidak benar dan tanpa dasar,” kata juru bicara pemerintah Mohamed Hamuda dalam kunjungan di dermaga, didampingi oleh pejabat tinggi angkatan laut dan pelabuhan.
Hammude meminta warga untuk tidak mempercayai berita bohong tersebut tetapi mengikuti sumber resmi yang dapat dipercaya.
Dia mengatakan klaim tersebut menyebabkan “kekacauan dan ketidakstabilan publik”, dan laporan media yang dipermasalahkan tidak mengungkapkan kebenaran.
Komentar Hammude menyusul protes berhari-hari di kota 120 kilometer (75 mil) timur Tripoli itu, di mana akses jalan ke dermaga telah diblokir dengan membakar ban.
Mengimbau warga untuk menahan diri, Hammude memperingatkan bahwa siapa pun yang merugikan kepentingan publik akan diadili.
Perdana Menteri Abdel Hamid Dbeibah “sangat mementingkan” pelabuhan, salah satu yang tersibuk di Libya, dan memiliki rencana untuk memperluasnya untuk meningkatkan perdagangan luar negeri, kata juru bicara itu.
Libya telah menyaksikan lebih dari satu dekade konflik berhenti-mulai sejak pemberontakan yang didukung NATO menggulingkan diktator lama Moammar Gadhafi pada tahun 2011, dengan segudang milisi membentuk aliansi menentang yang didukung oleh kekuatan asing.
Laporan media di Libya mengklaim bahwa pelabuhan, yang terletak 100 kilometer (62 mil) timur ibu kota nasional Tripoli, akan diserahkan ke Turki untuk digunakan sebagai pangkalan militer.
Turki dan Libya telah menjalin hubungan yang lebih dekat dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah penandatanganan pakta keamanan dan batas laut pada November 2019, bersama dengan bantuan Turki untuk membantu pemerintah Libya yang diakui secara internasional memukul mundur pasukan pemberontak Jenderal Khalifa Haftar.
Turki mendukung pemerintah sah yang diakui PBB di Tripoli melawan pasukan tidak sah yang berbasis di timur yang dipimpin oleh Haftar, yang didukung oleh Mesir, Prancis, Uni Emirat Arab (UEA), dan Rusia. Dukungan Turki untuk pemerintah Tripoli sangat penting dalam menangkis serangan pasukan Haftar untuk merebut ibu kota Tripoli dan menyebabkan periode stabilitas yang menghasilkan pembentukan pemerintahan persatuan. (zarahamala/arrahmah.id)