Oleh Ine Wulansari
Ibu Rumah Tangga
Kekerasan dan kebencian terhadap Islam dan pemeluknya masih terus terjadi. Hal tersebut dilakukan dengan bermacam-macam bentuknya, baik menyerang simbol agama Islam maupun penganutnya. Bukan sekadar melukai melainkan hingga menghilangkan nyawa. India menjadi salah satu negara anti Islam dan secara terang-terangan melakukan penyerangan, penganiayaan, hingga pembunuhan. Saat ini, suasana di sana sangat mencekam. Pasalnya, terjadi bentrokan antara umat Hindu dan Muslim yang menyebabkan lima orang tewas. Kejadian ini disinyalir meletus setelah prosesi keagamaan Hindu melewati Wilayah Nuh yang didominasi Muslim. Hingga menyebabkan terjadinya tindak kekerasan yang menyebar sampai ke wilayah Gurugram, juga terjadi aksi pembakaran toko-toko, masjid, serta pembunuhan imam di sejumlah wilayah India. Tentu saja tragedi ini membuat sebagian besar keluarga muslim pergi dari Wilayah Gurugram. (Republika.id, 03 Agustus 2023)
Bukan hanya kekerasan yang dialamatkan pada kaum muslim, Al-Qur’an pun tak lepas dari sasaran kebencian mereka. Kelompok anti Islam Danske Patrioter kembali membakar Al-Qur’an di depan masjid kedutaan Turki di Caponhagen. Aksi keji tersebut, di bawah perlindungan polisi setempat. Anggota kelompok ini meneriakkan slogan-slogan di depan kedutaan dan membentangkan spanduk anti Islam, serta menyeru untuk memboikot produk Turki. Penistaan yang berulang juga kembali dilakukan oleh pengungsi asal Irak, Salwan Momika di depan Parlemen Swedia pada senin (30 Juni 2023). Ia secara terang-terangan membakar Al-Qur’an dengan alasan kebebasan berekspresi. (sindonews.com, 03 Agustus 2023)
Kebebasan Buah Kapitalisme
Penistaan demi penistaan terhadap Islam dan pemeluknya seolah tak pernah habis. Berbagai cara terus mereka tunjukkan tanpa rasa bersalah, sekalipun perbuatannya dapat menciptakan benturan di tengah masyarakat. Ada masyarakat yang mendukung aksi tersebut, tak sedikit juga yang mengutuk. Namun sekeras apapun upaya penentangan yang dilakukan, penistaan atas nama kebebasan nyatanya masih terus dilancarkan.
Swedia dan Denmark merupakan nengara yang tengah menjadi sorotan dunia. Sebab menjadi tempat rentetan aksi pembakaran Al-Qur’an yang dilakukan dengan sengaja. Meskipun perbuatan keji para pelaku dilakukan dengan terbuka, tetapi sampai saat ini belum ada tindakan tegas. Tak ayal aksinya membuat marah sejumlah negara muslim. Hal ini ditunjukkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Yaman Muhammad Sharif al-Mutahar mengumumkan, memboikot produk Swedia. Begitu juga dengan negara muslim lainnya yang telah memanggil Duta Besar mereka di Denmark. Akan tetapi belum ada sanksi nyata sekalipun protes dilayangkan. Karena kedua negara itu merupakan salah satu negara paling Liberal dan Sekuler di dunia.
Meskipun berulang kali terjadi, kedua negara yang menjadi tempat penistaan terkesan memberi ruang besar untuk bereskpresi. Sekalipun itu penodaan agama, karena kebebasan tersebut berada di bawah Konstitusi. Hal inilah yang menyebabkan dunia tak mampu mencegahnya selama Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan bertindak apapun menjadi asas yang dibiarkan ada. Ketika PBB menetapkan hari anti Islamophobia, tak memberi pengaruh sedikitpun untuk mencegah hal yang sama terulang kembali.
Beginilah fakta hidup di bawah payung sistem Kapitalisme. Melahirkan banyak aturan yang merusak arti toleransi yang sesungguhnya. Penodaan salah satu agama tersebar di dunia, dianggap sebagai tindakan yang disandingkan dengan haknya sebagai manusia. Apalagi dilindungi hukum yang membuat para pelaku terus berulah. Selain itu, pemimpin negeri-negeri muslim juga tidak mampu berbuat apa-apa. Jika bertindak, itu pun sebatas marah dan menarik Duta Besarnya sebagai bentuk keberatan atas tindakan keji tersebut. Namun, tidak ada aksi dan sanksi menjerakan yang didapat pelaku. Sehingga kian banyak penistaan atas nama kebebasan.
Islam Menjaga Kehormatan Agama dan Pemeluknya
Arus Islamophobia menjadi potret buram bagi umat muslim saat ini. Juga sekaligus menegaskan lemahnya posisi politik umat Islam di mata internasional. Episode dari rentetan penistaan ini akibat ketiadaan institusi politik yang menjadi perisai bagi umat, yakni Daulah Islamiyah (institusi yang menerapkan aturan Islam) yang memiliki kekuatan adidaya. Keberadaan Daulah Islam menjadi tonggak terpeliharanya kehormatan agama dan kemuliaan umat. Sebab, akan ada sanksi tegas bagi siapapun yang melakukan tindakan keji pada Islam dan pemeluknya. Begitu juga nonmuslim yang berada dalam pengurusan aturan Islam, mereka akan diberikan penjagaan yang sama dengan kaum muslimin. Sehingga kepercayaan yang dianutnya tidak dinodai oleh orang-orang yang zalim.
Islam sangat menjunjung toleransi antar umat beragama. Sebagaimana firman Allah Ta’ala berikut ini : “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS Al-Kafirun : 6). Meskipun saat ini seringkali dicap sebagai radikal, intoleran, dan label buruk lainnya, perihal keyakinan mereka dalam pelaksanaan syariat.
Sejarah membuktikan, bahwa toleransi dalam Islam diakui langsung oleh sejarawan asal Amerika Will Durant yang menuturkan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para khalifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapa pun yang memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka.” (“The Story of Civizilation).
Inilah indahnya hidup dalam naungan Islam. Ketika Daulah Islamiyah tegak akan menciptakan kedamaian bagi seluruh umat manusia. Maka kisah suram yang membelit kaum muslimin seperti penistaan tak akan terulang. Negara akan menunjukkan ketegasannya terhadap siapa saja yang hendak menodai kemuliaan Islam dan pemeluknya. Sebab Daulah mempunyai kekuatan besar yang akan memporak-porandakan musuh-musuhnya. Jika ada yang berani melakukan kekejian secara terang-terangan, maka negara tak segan memberi hukuman yang menjerakan. Tiada yang sanggup berbuat sehebat ini kecuali Daulah Islam yang menerapkan aturan secara menyeluruh. Walaupun negara Barat menyuarakan HAM, faktanya Barat menjadi negara yang intoleran dan membiarkan kebencian terhadap agama lain. PBB juga tak berkutik ketika Islamophobia salah satu wujud kebebasan berekspresi yang dinaungi ideologi Kapitalisme.
Dengan demikian selama sistem Kapitalisme menguasai dunia, maka perdamaian antar umat beragama tidak akan pernah ada. Meskipun PBB menaungi, namun hal tersebut sekadar seruan tak berarti. Pada akhirnya, hanya dengan tegaknya Daulah Islamiyah kehormatan, kemulian, dan penjagaan terhadap Islam dan pemeluknya agar terealisasi nyata.
Wallahua’lam bish shawab.