RAMALLAH (Arrahmah.id) — Palestina berharap bisa berkomunikasi dengan Arab Saudi untuk membahas potensi terjadinya normalisasi hubungan dengan Israel. Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki menyatakan hal tersebut pada Kamis (3/8/2023) waktu setempat
Pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyatakan arah normalisasi hubungan antara Saudi dan Israel kemungkinan sedang dalam proses, menyusul berbulan-bulan upaya AS memediasi keduanya untuk menjalin hubungan diplomatik.
Pejabat dari tiga negara tersebut menyatakan, kesepakatan apa pun sepertinya masih panjang. Banyak Isu yang masih belum bisa diselesaikan termasuk ketegangan situasi di wilayah pendudukan Tepi Barat dan rencana pengembangan program nuklir sipil Saudi.
Namun, bermacam spekulasi mengenai normalisasi hubungan Saudi-Israel menimbulkan kekhawatiran Palestina. Normalisasi kedua negara akan melemahkan dukungan dunia Arab kepada Palestina dan menurunkan harapan terwujudnya negara Palestina merdeka.
“Apa yang kami baca dari berita, Saudi menyampaikan persyaratan berbeda terkait normalisasi,” kata Maliki dalam konferensi pers di Ramallah, Tepi Barat. “Salah satu syaratnya adalah berakhirnya pendudukan Israel dan terwujudnya negara Palestina.”
Menurut Maliki, seperti dilansir Bloomberg (3/8/2023), jika memang demikian maka itu sangat penting. “Saya berharap Saudi akan teguh pada sikapnya itu dan tak goyah oleh tekanan, intimidasi apa pun dari pemerintahan Biden atau kekuatan lainnya,” jelasnya.
Saudi, jelas dia, menunjukkan ketertarikan menghidupkan kembali proses perdamaian yang dipimpin Arab. “Namun, tentu kami sangat ingin mendengar dari Saudi, berkoordinasi dengan Saudi,” katanya menegaskan.
Saudi bisa mendengarkan dari sisi Palestina langkah-langkah apa yang semestinya ditempuh agar isu Palestina bisa diselesaikan secara tuntas. Maliki menyatakan, Palestina telah dikecewakan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden.
Biden dianggap gagal memenuhi janjinya untuk membalikkan keputusan pemerintahan Presiden Donald Trump yang mengakui Yeruselam Timur sebagai ibu kota Israel. “Apa artinya, mereka menyatakan prioritas mereka bukanlah kami.”
Sebelumnya, pemerintahan sayap kanan Israel menegaskan tak akan memberikan konsesi apa pun untuk mencapai kesepakatan normalisasi hubungan dengan Arab Saudi. Sebelumnya, mereka menormalisasi hubungan dengan Bahrain, Uni Emirat Arab, Sudan, dan Maroko.
Presiden AS Joe Biden menyatakan kesepakatan dalam proses setelah pembicaraan antara penasihat keamanan nasional AS dengan sejumlah pejabat Saudi di Jeddah. Pembicaraan itu salah satunya mengenai normalisasi Saudi-Israel.
Ide normalisasi hubungan Israel dengan Saudi dibahas sejak Saudi dianggap tak bereaksi keras dan mendiamkan keputusan dua negara tetangganya di Teluk, yaitu Uni Emirat Arab dan Bahrain menjalin hubungan diplomatik dengan Israel pada 2020.
Di sisi lain, Saudi menegaskan normalisasi bisa dilakukan dengan syarat permintaan Palestina harus dipenuhi lebih dulu. Penolakan ini disampaikan Menteri Misi Nasional Israel Orit Strock dari partai yang mendukung permukiman ilegal Yahudi, Religious Zionism.
Partai ini bagian dari koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu saat ini. Ditanya apakah Strock akan menerima jika mesti memberi konsesi sebagai imbal balik normalisasi hubungan dengan Saudi, ia menegaskan,’’ Kami jelas tidak menerima hal semacam itu.’’
Menurut dia, koalisi sayap kanan sudah jelas sikapnya soal desakan mundur dari permukiman, penolakan membekukan permukiman di Judea dan Samari, istilah biblical yang dikutip mereka untuk menyebut Tepi Barat.
‘’Itu konsensus di antara partai dalam koalisi pemerintahan sayap kanan saat ini,’’ kata Strock dalam pernyataan kepada lembaga penyiaran publik, Kan (31/7). Ini akan menjadi sandungan bagi Netanyahu.
Sebab, normalisasi hubungan diplomatik dengan Saudi merupakan tujuan utama dalam kebijakan luar negerinya. Juru bicara Bezalel Smotrich yang merupakan pemimpin Religious Zionism yang juga menteri keuangan, belum memberikan komentar.
Apakah, pernyataan Strock mencerminkan sikap resmi Smotrich yang menjadi pimpinan partai anggota koalisi pemerintahan Netanyahu. Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir yang juga pemimpin Partai Jewish Power menegaskan hal yang sama.
Ia menyatakan kepada Army Radio, tak menentang hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab. ‘’Tapi jika itu termasuk konsesi ke Otoritas Palestina (PA), menyerahkan wilayah, mempersenjatai PA, atau memberi teroris kekuasaan, saya tentu keberatan.’’
Hubungan Israel-AS dalam beberapa bulan terakhir terganjal karena perluasan permukiman Yahudi oleh Israel di tanah-tanah milik warga Palestina. Persoalan lainnya adalah keputusan mengubah sistem yudisial dengan melemahkan wewenang mahkamah agung. (hanoum/arrahmah.id)