JAKARTA (Arrahmah.com) – Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jimly Asshidiqie menilai, Undang-Undang Intelijen Negara yang telah disahkan oleh DPR pada Selasa (11/10/2011), berpotensi disalahgunakan dan berpotensi melanggar konstitusi.
“Menurut saya, UU Intelijen ini dari baunya saja ada kemungkinan melanggar konstitusi,” kata Jimly dalam Semiloka “Peran dan Posisi Masyarakat Sipil dalam Kehidupan Negara yang Demokratis” di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Kamis (20/10/2011).
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, jika suatu saat nanti UU Intelijen disalahgunakan, maka bisa dijadikan alat bukti untuk membawa UU itu ke MK dengan argumen melangggar hak asasi manusia.
“Paling tidak, ada pasal-pasal tertentu yang bisa diuji konstitusionalitasnya. Tapi, saat ini biar dulu karena kita melihat niat baik orang. Kalau nanti ada kasus, bisa jadi alat bukti. Daripada belum apa-apa kita sudah curiga dan langsung bawa ke MK. Kasihan juga MK itu karena kurang akurat penuntutannya,” papar Jimly.
Ia menuturkan, tidak harus ada kasus baru UU Intelijen diajukan ke MK untuk di uji materi (judicial review), tetapi cukup dilihat dari turunan UU tersebut, yakni Peraturan Pemerintah (PP).
“Hal ini bisa dijadikan alat bukti ke MK apakah UU melanggar konstitusi atau tidak,” ucapnya, dimuat Antara.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang membidangi persoalan Hak Asasi Manusia, Imparsial menilai UU Intelijen Negara yang telah disahkan oleh DPR melalui rapat paripurna masih jauh dari harapan penegakan HAM.
“RUU Intelijen yang disahkan menjadi UU oleh DPR meninggalkan banyak permasalahan. UU ini jauh dari harapan untuk menjadikan intelijen kita sebagai intelijen reformis,” kata Direktur Eksekutif Imparsial Poengky.
Menurut dia, 19 materi yang dinilai berpotensi melanggar hukum dan HAM, di antaranya adalah RUU Intelijen masih setengah hati mengakomodasi persoalan HAM, masih definisi yang multitafsir, seperti definisi intelijen yang tak jelas.
Selain itu, subjektivitasnya masih sangat tinggi dan yang paling mengkhawatirkan adalah masih dicantumkannya fungsi pendalaman intelijen dan pelibatan intelijen dalam penyidikan.
Poengky berpendapat pemberian kewenangan pada intelijen untuk melakukan “penggalian informasi” bekerja sama dengan aparat hukum sebagai ganti dari istilah “interogasi”, akan merusak “Criminal Justice System” karena melanggar KUHAP dan HAM.
Upaya yang dilakukan oleh Imparsial dan sejumlah LSM pemerhati HAM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil terkait pengesahan RUU Intelijen Negara menjadi UU itu, kata dia, pihaknya akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami akan menyiapkan materi `Judicial Review` terkait pasal yang berpotensi melanggar HAM,” ujar Poengky. (hdy/arrahmah.com)