KABUL (Arrahmah.id) – Wakil Perdana Menteri Politik Mawlawi Abdul Kabir mengatakan bahwa Imarah Islam Afghanistan ingin memiliki hubungan yang positif dengan komunitas internasional berdasarkan rasa saling menghormati, tetapi tidak akan pernah siap untuk berkompromi dengan hukum Islam.
Ia menyampaikan hal tersebut dalam sebuah pertemuan di Universitas Kabul.
“Sekarang dunia telah memahami kenyataan ini, bahwa orang-orang ini adalah pewaris Afghanistan dan ada kebutuhan untuk terlibat dengan mereka dan dunia berkewajiban untuk terlibat karena mereka tidak memiliki siapa pun untuk bernegosiasi dengan pihak Afghanistan,” katanya, lansir Tolo News (23/7/2023).
Mawlawi Kabir menekankan bahwa mereka yang telah menerima pendidikan modern dan Islam dapat melayani masyarakat.
“Imarah Islam tidak hanya tidak menentang pendidikan modern, tetapi bahkan mendukungnya, bidang-bidang yang tidak bertentangan dengan hukum Syariah, karena kami ingin Afghanistan berdiri di atas kakinya sendiri, yang membutuhkan insinyur dan dokter,” katanya.
Mawlawi Kabir merujuk pada kehadiran militer AS selama 20 tahun di Afghanistan, dan mengatakan bahwa perang AS bertujuan untuk melenyapkan pemerintahan Islam di Afghanistan.
Para analis politik mengklaim bahwa Imarah Islam harus menerima keinginan yang sah dari komunitas internasional.
“Pemerintah interim Afghanistan perlu terlibat dengan negara-negara dunia berdasarkan kepentingan nasional dan nilai-nilai Islam karena keterlibatan yang positif akan menguntungkan Afghanistan dalam hal perekrutan bantuan,” ujar Najibullah Shamal, seorang analis politik.
Untuk mempertimbangkan pengakuan terhadap pemerintah sementara Afghanistan, komunitas internasional menekankan perlunya menjamin hak-hak asasi manusia, terutama hak-hak perempuan, mencegah tanah Afghanistan digunakan untuk melawan negara lain oleh kelompok-kelompok teroris, dan membentuk pemerintahan yang inklusif. (haninmazaya/arrahmah.id)