WASHINGTON (Arrahmah.id) – Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang bersama-sama mengutuk peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) oleh Korea Utara, dan berjanji untuk bekerja sama dengan komunitas internasional untuk memperketat sanksi terhadap Pyongyang.
Dalam pernyataan bersama pada Jumat (14/7/2023), ketiga sekutu mengatakan mereka akan mendorong untuk memblokir “pendapatan ilegal Korea Utara melalui pekerja di luar negeri dan aktivitas dunia maya berbahaya” yang menurut mereka digunakan negara itu untuk mendanai program senjatanya.
“Amerika Serikat menegaskan kembali bahwa komitmennya untuk membela ROK [Korea Selatan] dan Jepang sangat kuat dan didukung oleh berbagai kemampuan, termasuk nuklir,” kata pernyataan itu, merujuk pada Korea Selatan dengan nama resminya.
Sebelumnya pada Jumat (14/7), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bertemu dengan rekannya dari Jepang dan Korea Selatan di sela-sela KTT Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Indonesia.
Korea Utara – secara resmi dikenal sebagai Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) – menembakkan ICBM pada Rabu (12/7), dan mendarat di perairan antara Semenanjung Korea dan Jepang.
Itu adalah peluncuran pertama dalam tiga bulan, menyusul meningkatnya ketegangan antara Pyongyang dan Washington.
Dua hari sebelumnya, Korea Utara mengecam rencana AS untuk mengerahkan kapal selam nuklir di dekat Semenanjung Korea, memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat “menghasut krisis konflik nuklir terburuk dalam praktiknya”.
Pada Kamis (13/7), Duta Besar Korea Utara untuk PBB, Kim Song, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa peluncuran ICBM bertujuan “untuk mencegah gerakan militer berbahaya dari pasukan musuh dan menjaga keamanan” negara tersebut.
Dalam pernyataan Jumat (14/7), AS, Korea Selatan, dan Jepang mengecam peluncuran Korea Utara sebagai hal yang berbahaya.
“Ini merupakan pelanggaran yang jelas dan mencolok terhadap berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB dan menimbulkan ancaman besar bagi perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea dan sekitarnya,” kata ketiga negara tersebut.
“Peluncuran ICBM ini oleh DPRK mengancam keselamatan penerbangan sipil dan lalu lintas maritim di wilayah tersebut.”
Korea Utara telah meningkatkan pengujian misilnya selama dua tahun terakhir.
Mantan Presiden AS Donald Trump terlibat dalam pembicaraan langsung dengan timpalannya dari Korea Utara Kim Jong Un selama masa jabatannya, tetapi pertemuan tingkat tinggi antara kedua negara terhenti di bawah presiden AS saat ini, Joe Biden.
Setelah pertemuan pertama antara Trump dan Kim pada 2018, negara-negara tersebut mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa Korea Utara berkomitmen untuk “bekerja menuju denuklirisasi lengkap Semenanjung Korea”.
Namun janji itu tidak pernah diikuti dengan upaya untuk mengakhiri program senjata nuklir negara itu.
Korea Utara melakukan uji coba senjata nuklir pertamanya pada 2006 yang melanggar larangan internasional atas pengujian tersebut. Sejak itu, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengeluarkan banyak resolusi yang menjatuhkan sanksi terhadap negara tersebut atas program nuklirnya.
Tahun lalu, Rusia dan Cina memveto proposal Dewan Keamanan untuk menjatuhkan lebih banyak hukuman pada Korea Utara, dengan alasan bahwa sanksi tidak efektif dalam membatasi program nuklir dan rudal negara tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)