JENEWA (Arrahmah.id) – “Israel” telah mengubah Palestina menjadi “penjara terbuka” di mana warga Palestina, termasuk puluhan ribu anak, “terus-menerus dikurung, diawasi, dan didisiplinkan,” menurut Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk Situasi Hak Asasi Manusia di Wilayah Palestina.
Dia mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB kemarin, bahwa pendudukan militer “Israel” telah menahan lebih dari 800.000 orang Palestina di wilayah pendudukan sejak 1967 dan, dari 5.000 orang Palestina yang saat ini berada di penjara-penjara “Israel”, sekitar 1.100 orang ditahan tanpa dakwaan atau pengadilan.
Saat menyampaikan laporan tentang penahanan sewenang-wenang terhadap warga Palestina di markas besar PBB di Jenewa, Swiss, ia mengatakan bahwa praktik “Israel” memenjarakan warga Palestina secara sewenang-wenang “sama saja dengan kejahatan internasional yang membutuhkan penyelidikan segera oleh Jaksa Penuntut Mahkamah Pidana Internasional,” lansir MEMO (11/7/2023).
“Di bawah pendudukan ‘Israel’, generasi Palestina telah mengalami perampasan kebebasan yang meluas dan sistematis,” tambahnya.
Laporan tersebut mendokumentasikan contoh-contoh luas dari para tahanan Palestina yang menderita karena kebijakan sistematis kelalaian medis, pengurungan dalam sel yang penuh sesak, kurang tidur dan makanan, serta pemukulan yang kejam selama berada dalam tahanan militer “Israel”.
Laporan tersebut menyatakan: “Kelompok Kerja PBB untuk Penahanan Sewenang-wenang, yang telah menangani kasus-kasus warga Palestina sejak 1992, telah berulang kali menegaskan bahwa perampasan kebebasan secara sewenang-wenang yang meluas dan sistematis dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Ia menjelaskan bagaimana warga Palestina disiksa di dalam tahanan setelah dinyatakan bersalah tanpa bukti dan ditahan tanpa dakwaan atau pengadilan, yang dikenal sebagai penahanan administratif. Laporan tersebut juga mengatakan “Israel” melakukan “penggeledahan, pelecehan seksual, dan ancaman” terhadap 29 tahanan perempuan Palestina yang saat ini ditahan di penjara “Israel”.
Otoritas pendudukan “Israel” telah mengeluarkan atau memperbarui 1.302 perintah penahanan administratif sejak awal 2023, meningkatkan jumlah tahanan administratif di dalam penjara “Israel” menjadi 1.200 orang.
Dia mengambil kesempatan itu untuk membahas peningkatan pembangunan pemukiman dan kegiatan yang “tampaknya menjadi bagian dari rencana” untuk mende-Palestina-kan wilayah tersebut. “Rencana semacam itu mengancam keberadaan warga Palestina sebagai sebuah bangsa dan kelompok kohesif nasional,” tambahnya.
Pelapor Khusus menyerukan kepada pemerintah-pemerintah untuk tidak mengakui atau mendukung permukiman ilegal “Israel” dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas permukiman tersebut.
Dia menyimpulkan dalam laporannya, “Laporan sepanjang 10.700 kata tidak dapat menangkap skala dan luasnya perampasan kebebasan secara sewenang-wenang di wilayah Palestina yang diduduki. Laporan ini juga tidak dapat menyampaikan penderitaan jutaan orang Palestina yang secara langsung atau tidak langsung telah terkena dampaknya.” (haninmazaya/arrahmah.id)