MOSKOW (Arrahmah.id) — Rusia menilai Turki telah melanggar perjanjian terkait tawanan perang dalam konflik Ukraina. Pelanggaraan tersebut berupa pembebasan 5 komandan pasukan Neo Nazi Ukraina yang ditawan Rusia di Turki, pekan ini.
Para komandan Ukraina tersebut ditawan Rusia tatlaka pasukan Moskow merebut pabrik baja di Kota Mariupol, tahun lalu.
Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan, seperti dilansir The Moscow Times (9/7/2023), berdasarkan ketentuan pertukaran tahanan, para tentara Ukraina itu semestinya tetap berada di Turki sampai perang Rusia-Ukraina berakhir perang.
Sayangnya, mereka malah dibebaskan ketika Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkunjung ke Turki, belum lama ini.
Sementara Rusia sama sekali tidak diberi tahu tentang pembebasan mereka, kata Peskov.
Zelensky kembali ke Ukraina dari Turki pada Sabtu (8/7) kemarin. Dia juga membawa serta lima komandan dari Batalion Azov, bekas garnisun di Mariupol, sambil mengklaim bahwa dia telah membawa pulang “para pahlawan” Ukraina.
“Kembalinya para pemimpin Azov dari Turki ke Ukraina tidak lebih dari pelanggaran langsung terhadap ketentuan perjanjian yang ada. Selain itu, dalam kasus ini, ketentuan tersebut dilanggar oleh pihak Ukraina dan pihak Turki,” kata Peskov kepada kantor berita Sputnik, akhir pekan ini.
Penjabat Kepala Republik Rakyat Donetsk, Denis Pushilin mengatakan, sebagai akibat dari pertukaran tahanan dengan Ukraina, sebanyak 215 orang, termasuk para pemimpin Batalion Azov, telah dipindahkan ke Turki pada September 2022.
Pertukaran tahanan itu juga dibenarkan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Pada Januari 2023, surat kabar Hurriyet melaporkan, mengutip sumber-sumber Turki, bahwa para pemimpin Azov berada di Turki atas permintaan Rusia.
Rusia sering menyebut pasukan Azov sebagai tentara neo-Nazi yang mengusung ideologi ekstremis di Ukraina. (hanoum/arrahmah.id)