JAKARTA (Arrahmah.id) – Jusuf Hamka, pemilik perusahaan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk alias CMNP, menagih utang pemerintah sebanyak Rp 800 miliar yang belum dibayar sejak terjadinya krisis moneter tahun 1998.
Jusuf Hamka menuturkan bahwa utang tersebut berawal dari deposito CMNP sebesar Rp78 miliar di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama, yang pada saat terjadi krisis dilikuidasi.
Meski Bank Yama dilikuidasi, namun Jusuf Hamka tidak pernah mendapatkan uang depositonya.
Pemerintah berdalih perusahaan CMNP milik Jusuf Hamka terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, yakni Siti Hardijanti Hastuti Soeharto alias Tutut Soeharto. Namun, hal tersebut tidak benar dan sudah dibuktikan lewat sidang yang digelar taun 2012.
“Saya bilang mana ada itu, kami gugat di pengadilan 2012. Waktu 2014 atau 2015 kami sudah sampai Mahkamah Agung (MA), inkrah, menang. Harus dibayar berikut bunganya setiap bulan. Ada dendanya pemerintah,” jelas Jusuf, seperti dilansir CNNIndonesia.com, pada Rabu (7/6/2023).
Setelah putusan dari MA keluar, Jusuf Hamka kemudian dipanggil oleh Kepala Biro Hukum Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indra Surya. Pemerintah mengakui utang tersebut dan berjanji akan membayar. Namun, Kemenkeu meminta diskon.
Seharusnya besaran utang beserta bunganya Rp 400 miliar pada 2016 atau 2017, tetapi pemerintah hanya bersedia membayar Rp 170 miliar. Kesepakatan pun terjadi dan pemerintah menjanjikan akan membayar utang dua minggu setelah kesepakatan.
“Waktu itu menterinya (menteri keuangan) Bambang Brodjonegoro kalau nggak salah, 2016 atau 2017. Disuruh buat kesepakatan. Pemerintah minta diskon, tercapailah angka Rp170 miliar. Ya sudahlah saya pikir asal duitnya balik saja, tanda tangan perjanjian,” ucapnya.
Namun janji tinggallah janji, utang tersebut tetap tidak terbayarkan hingga bertahun-tahun dan tidak mendapat penjelasan, meski dirinya berkeliling mengadu ke berbagai pimpinan kementerian/lembaga (K/L) untuk menagih utang tersebut.
Jusuf Hamka menemui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan, yang kala itu menelepon Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara agar utangnya dibayar.
Ia juga mendatangi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani. Tagihan utang dan bunganya sudah membengkak hingga Rp800 miliar. Namun, ia merasa hanya diberi harapan palsu.
Jusuf lalu bersurat dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu sekitar tahun 2019-2020. Namun, DJKN selalu sulit dihubungi dengan dalih sedang memverifikasi hal itu di Kemenko Polhukam.
“Pada buang badan semua, PHP semua. Masa sih kepala biro hukum buat kesepakatan enggak bisa ditepati? ‘Oh iya nanti, saya (Menkeu Sri Mulyani) akan teruskan ke DJKN, suruh perhatikan’. Janji-janji PHP,” tegasnya.
“Sudah 3 tahun verifikasi, enggak ada berita apa-apa. Makanya Polhukam cuma bersuara menagih utang obligor, harusnya bisa membantu juga kalau pemerintah punya utang ke swasta. Bersuara juga dong. Jangan nguber utang obligor saja, utang ke swasta bantuan nih,” imbuh Jusuf Hamka.
Jusuf Hamka mengaku belum pernah berkomunikasi langsung dengan Menko Polhukam Mahfud MD, tetapi ia berharap Mahfud turun tangan.
Dia menegaskan utang Rp800 miliar harus dibayar demi kelangsungan proyek CMNP. Terlebih, CMNP adalah perusahaan publik yang menampung uang investor.
“Pak Mahfud, ayo dong dorong pemerintah bayar utang kepada kami. Kenapa pemerintah cuma nguber-nguber obligor? Uber dong Kemenkeu, bayar utang swasta juga,” tuntut Jusuf Hamka.
“Enggak mau (kena potong), mau tetap dengan hitungan Rp800 miliar sekarang. Saya enggak mau lagi ada kesepakatan karena kesepakatan yang lalu tidak diproses. Pemerintah harus bayar Rp800 miliar, terus berjalan bunganya sesuai putusan MA,” pungkasnya. (rafa/arrahmah.id)