JAKARTA (Arrahmah.com) – Meskipun diwarnai kecaman dan penolakan dari berbagai elemen, toh pada akhirnya RUU Intelejen disahkan juga. Berbagai kelompok dari elemen masyarakat menolak dan mengecam pengesahan UU yang kental akan inflitrasi asing tersebut.
Kecaman dan penolakan tersebut, dikarenakan banyaknya pasal kontroversi yang memungkinkan penyalah gunaan Undang-undang Intelejen oleh kelompok tertentu, mengingat para penguasa dan pejabat di Indonesia adalah ‘tipe pemimpin yang gampang dibeli’.
Berikut adalah pasal-pasal bermasalah yang terdapat dalam RUU Inteljen:
Pasal 31
Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 30, Badan Intelijen Negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran yang terkait dengan
a. kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, atau sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi sumber daya alam, dan lingkungan hidup dan/atau
b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase, yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalankan proses hukum.
Pasal 32
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan,
(2) penyadapan terhadap sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 dilaksanakan dengan ketentuan:
a. untuk penyelenggaraan fungsi intelijen,
b. atas perintah kepala BIN, dan
c. jangka waktu penyadapan enam bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
(3) Penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan negeri.
Pasal 34
(1) Penggalian informasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 dimaksud dengan ketentuan:
a. untuk penyelenggaraan fungsi intelijen,
b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara,
c. tanpa melakukan penangkapan dan/atau penahanan, dan
d. bekerja sama dengan penegak hukum terkait.
Pasal 44
Setiap orang yang dengan sengaja mencuri, membuka dan/atau membocorkan rahasia intelijen sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Pasal 45
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan bocornya rahasia intelijen sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, dipidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300 juta.
Pasal 46
Setiap Personel Intelijen Negara yang membocorkan upaya pekerjaan, kegiatan, sasaran, informasi, fasilitas khusus, alat peralatan dan perlengkapan khusus, dukungan, dan/atau personel intelijen negara yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi dan aktivitas intelijen negara sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Tidak adanya penyamaan persepsi terkait deskripsi frase-frase yang multitafsir membuat pasal-pasal tersebut dimanfaatkan untuk mengkriminalisasi dan membungkam siapapun yang mengkritik pemerintah. Hal ini tentu saja, bukan hal yang salah jika pengesahan undang-undang intelejen pada dasarnya adalah ‘cara halus’ mengembalikan Indonesia pada rezim represif, karena memang pada kenyataannya orang-orang dan tokoh-tokoh dibalik undang-undang intelejen tersebut tak lain adalah generasi ‘yang dibesarkan dan merupakan hasil didikan rezim represif’ tersebut. Wallohualam. (dbs/arrahmah.com)