NAHSHOLIM (Arrahmah.id) – Sebuah laporan investigasi yang dirilis pada Kamis (25/5/2023) telah mendokumentasikan kesaksian para penyintas dan lokasi spesifik kuburan massal tempat para korban pembantaian di desa Palestina Tantura dimakamkan.
Para korban tewas dalam operasi pembersihan etnis yang dilakukan oleh milisi Zionis selama Nakba 1948.
Laporan berjudul “Tantura”, adalah yang pertama kali dibuat, setelah selama satu setengah tahun kerja yang dilakukan oleh kelompok investigasi Arsitektur Forensik yang berfokus pada hak asasi manusia, Pusat Hukum Adalah, dan Komite Rakyat Tantura.
Ini termasuk bahan arsip, peta sejarah lisan, platform interaktif, dan gambar desa pesisir, yang terletak di selatan Haifa sebelum Nakba. Empat situs yang diyakini memiliki kuburan massal telah diidentifikasi oleh laporan tersebut.
Laporan itu dirilis pada bulan yang menandai peringatan 75 tahun Nakba, ketika 750.000 warga Palestina diusir dari rumah mereka menjelang pembentukan negara “Israel” dan sejumlah pembantaian dilakukan.
“Kami telah mengidentifikasi bagian kuburan, kuburan massal, dan pemakaman yang ada sebelum Nakba. Berdasarkan penyelidikan cermat oleh Arsitektur Forensik, untuk pertama kalinya, kami dapat menemukan kuburan secara akurat,” kata Pengacara Adalah Suhad Bishara.
Dia menuntut agar orang-orang Tantura “diizinkan untuk mengunjungi korban dan berdoa untuk mereka sesuai dengan kebiasaan agama mereka”, dan bahwa “Israel” harus “berhenti melanggar kesucian kuburan dan martabat orang mati dan keluarga mereka”.
Pembantaian Tantura sendiri semakin menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir, terutama tahun lalu ketika film dokumenter Tantura dirilis.
Film itu berisi kesaksian lisan dari anggota Brigade Alexandroni, yang merupakan bagian dari pasukan Haganah paramiliter Zionis, yang melakukan pembantaian tersebut. Brigade sampai saat ini telah menolak partisipasi.
Jahan Sarhan, yang berasal dari Tantura, membenarkan bahwa anggota keluarga dekat dan pamannya termasuk di antara korban pembantaian tersebut.
“Anak laki-laki berusia 10 hingga 55 tahun dieksekusi. Sedangkan perempuan, mereka digiring ke pantai dan dibiarkan tanpa air atau tempat berlindung,” tambahnya.
Dia meminta “Israel” untuk “mengakui pembantaian di depan dunia, menghormati para syuhada, mengidentifikasi kuburan massal dan menanamnya dengan bunga sehingga kita dapat membaca [doa] Al Fatihah dan menguburkannya sesuai dengan hukum Islam”.
Pembantaian di Tantura terjadi pada 22-23 Mei 1948. Saat ini, kota Nahsholim di “Israel” berada di tempat Tantura dulu berada, dan bekas tanah desa itu kini menjadi rumah bagi sebuah hotel dan resor wisata. (zarahamala/arrahmah.id)