JAKARTA (Arrahmah.id) – Pegiat media sosial yang juga kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ade Armando, kembali membuat pernyataan kontroversial di dunia maya.
Hal itu akibat pendapatnya yang menyebut bahwa tidak semua jenis babi haram dimakan, dan saat ini masalah keharaman babi itu sebenarnya masih bisa diperdebatkan.
Menanggapi pendapat Ade Armando tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis menegaskan, daging babi itu sudah jelas haram untuk umat Islam.
“Babi (khinzir) diharamkan karena dilarang Allah dalam Al-Qur’an QS Al-Maidah ayat 3,” terang Cholil dalam cuitan di akun Twitter pribadinya, @cholilnafis, Kamis (18/5/2023).
Masih di cuCholil pun menjelaskan hikmah dari pelarangan konsumsi daging babi menurut Al Qur’an.
“Hikmahnya karena menghindari bahaya pada diri sendiri, yaitu daging babi dapat menularkan penyakit,” jelas Cholil.
Menurutnya, upaya yang dilakukan Ade Armando untuk membedakan jenis daging babi hutan dan babi ternak dalam pendapat kontroversialnya itu tidak bisa dibenarkan. Karena, lanjutnya, perintah Allah sudah sangat jelas bahwa babi itu haram hukumnya.
“Semua daging babi, baik ternak atau hutan, haram dimakan karena perintah Allah, buka karena membahayakan yang lain,” tegasnya.
Sebelumnya, Ade Armando sempat berkomentar dengan kontroversial perihal status keharaman babi dalam Islam, dengan membedakan babi itu sendiri ke dalam dua tipe yakni babi hutan dan babi ternak.
“Tidak semua umat Islam percaya bahwa babi di masa ini haram dimakan. Salah satu interpretasi mengatakan bahwa yang diharamkan adalah binatang bernama khinzir. Kata itulah, kata khinzir, yang digunakan dalam Alquran,” kata Ade Armando dalam potongan video dari YouTube Cokro TV, dikutip Kamis (18/5/2023).
Dalam video tersebut, Ade mengatakan bahwa khinzir berbeda dengan babi ternak yang dijadikan makanan saat ini.
Menurut Ade, khinzir adalah hewan pembohong yang hidup di gurun Arab, pada masa Nabi Muhammad hidup. Karenanya, lanjutnya, menyamakan khinzir dengan babi ternak menurut Ade adalah hasil interpretasi yang bisa diperdebatkan.
(ameera/arrahmah.id)