OMDURMAN (Arrahmah.id) – Arsip berharga yang berisi ribuan dokumen telah hancur dalam kebakaran yang dilakukan oleh para penjarah pekan ini di Universitas Omdurman Ahlia, yang dulu dikenal sebagai ‘Tanah yang Dibebaskan’ karena tradisi pemikiran independen dan akademisi bebasnya.
Pusat Studi Sudan Muhammad Omar Bashir di Universitas Ahlia pertama kali dilanda penjarahan pada hari-hari pertama konflik bersenjata antara jenderal yang berperang Abdel-Fattah al-Burhan dan Mohammed Hamdan Daglo.
“Saya bekerja sepanjang hidup saya di pusat itu, melayani sebagai pengurus arsip dan peneliti universitas,” kata anggota staf universitas Abdelgadir Ismail Ahmed.
Kini koleksi karya sejarah, sumber primer dan tesis doktoral telah musnah.
“Pusat tersebut memiliki buku dan makalah oleh para sarjana terkemuka Sudan yang telah lulus, tersedia bagi para peneliti saat ini,” lanjutnya.
“Banyak dari arsip yang kami hilangkan sama sekali tak tergantikan.”
Universitas Ahlia, menurut penulis Sudan Reem Abbas, sangat disukai penduduk Omdurman karena didirikan dan dibangun melalui pendanaan akar rumput dan dukungan rakyat.
“Warga menyumbang, untuk membangun universitas yang dikenal sebagai ‘tanah yang dibebaskan’ selama pemerintahan Omar al-Bashir,” kata Abbas.
“Ahlia adalah mercusuar pemikiran intelektual independen, yang selalu berada di bawah tekanan. Mereka mempekerjakan profesor yang pemikir bebas, tidak bisa mendapatkan pekerjaan di universitas lain di mana pemerintah memegang kendali,” katanya kepada The New Arab.
“Keluarga saya menyumbangkan lebih dari 5.000 buku dari koleksi kakek saya ke pusat tersebut. Apa yang telah hilang dari kita adalah bagian dari sejarah kita sebagai sebuah negara.”
Sebuah pola penjarahan telah muncul di seluruh negeri, yang diyakini sebagian orang Sudan sebagai bagian dari upaya terencana untuk menghancurkan sisa-sisa infrastruktur negara yang rapuh.
Universitas, perpustakaan, dan pusat penelitian lainnya telah dijarah dalam pertempuran tersebut.
“Bukan suatu kebetulan bahwa pusat pembelajaran dan pengetahuan Sudan ini menjadi sasaran,” kata Abbas.
“Ini terasa seperti upaya untuk melumpuhkan ekonomi negara, dan menghancurkan infrastruktur yang tersisa yang kami miliki di Sudan.” (zarahamala/arrahmah.id)