NEW YORK (Arrahmah.id) — Perserikatan Bangsa-Bangsa mengecam Taliban atau Imarah Islam Afghanistan (IIA) pada Senin (8/5/2023) karena terus menggunakan eksekusi publik, cambukan, dan rajam sejak mengambil alih Afghanistan hampir dua tahun lalu.
Menurut sebuah laporan oleh Misi Bantuan PBB di Afghanistan, atau UNAMA, 274 pria, 58 wanita dan dua anak laki-laki telah dicambuk di depan umum di Afghanistan selama enam bulan terakhir.
Sebagian besar hukuman terkait dengan keyakinan perzinahan dan melarikan diri dari rumah. Dugaan pelanggaran lainnya termasuk pencurian, homoseksualitas, mengkonsumsi alkohol, penipuan dan perdagangan narkoba.
PBB telah meminta Taliban untuk segera menangguhkan eksekusinya.
“Hukuman fisik merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Menentang Penyiksaan dan harus dihentikan,” kata Kepala Hak Asasi Manusia PBB Fiona Frazer, dikutip Fox News (8/5).
Kementerian luar negeri IIA menanggapi dengan mengatakan bahwa undang-undang Afghanistan dibuat sesuai dengan aturan Islam, dan mayoritas warga Afghanistan mengikuti aturan tersebut.
“Jika terjadi konflik antara hukum HAM internasional dan hukum Islam, pemerintah wajib mengikuti hukum Islam,” kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan.
IIA mulai melakukan hukuman ini setelah mendapatkan kekuasaan di negara itu pada tahun 2021.
Para pemimpin juga secara bertahap memperketat pembatasan terhadap perempuan, melarang mereka dari tempat umum seperti taman dan pusat kebugaran sesuai dengan interpretasi hukum Islam.
Laporan PBB hari Senin merinci praktik-praktik IIA sebelum dan sesudah mereka naik ke tampuk kekuasaan dua tahun lalu.
Pencambukan publik pertama dilaporkan pada Oktober 2021 di provinsi Kapisa utara, menurut laporan PBB. Seorang wanita dan pria yang dihukum cambuk di muka umum sebanyak 100 kali karena perzinahan di hadapan para ulama dan otoritas IIA setempat.
Otoritas IIA mengeksekusi seorang warga Afghanistan yang dihukum karena pembunuhan pada Desember 2022, kata laporan itu. Eksekusi dilakukan dengan senapan oleh ayah korban di provinsi Farah barat di depan ratusan penonton dan pejabat tinggi IIA.
Juru bicara pemerintah Zabihullah Mujahid mengatakan keputusan untuk melaksanakan hukuman itu “dibuat dengan sangat hati-hati” setelah mendapat persetujuan dari tiga pengadilan tertinggi negara itu dan pemimpin tertinggi IIA, Mullah Hibatullah Akhundzada.
Laporan itu mengatakan telah terjadi peningkatan tajam dalam jumlah dan keteraturan hukuman fisik yudisial sejak November, ketika Mujahid menggemakan komentar pemimpin tertinggi tentang hakim dan penggunaan hukum Islam.
Wakil Ketua Kehakiman yang ditunjuk IIA Abdul Malik Haqqani mengatakan dalam sebuah pesan video pekan lalu bahwa Mahkamah Agung telah mengeluarkan 175 apa yang disebut putusan retribusi, termasuk 79 cambuk dan 37 rajam, sejak kembali berkuasa.
Putusan ini menetapkan hak tersangka korban atau kerabat korban kejahatan untuk menghukum atau memaafkan pelaku. (hanoum/arrahmah.id)