Oleh : K.H. Ahmad Syahrin Thoriq
(Arrahmah.id) – Boleh tidaknya doa, tergantung doanya tersebut apa isi dan tujuannya. Mendoakan yang diharamkan untuk orang kafir adalah doa memohonkan ampunan atas mereka bila telah mati dalam kekafirannya.
Ini yang disepakati oleh para ulama tanpa perbedaan pendapat,[1] berdasarkan kandungan ayat dalam surah At Taubah ayat 113 :
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Dan tidaklah layak bagi Nabi dan dan orang-orang beriman memohon ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun mereka itu orang-orang itu kerabatnya, setelah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka jahanam.”
𝗗𝗼𝗮 𝘀𝗲𝗹𝗮𝗶𝗻 𝗮𝗺𝗽𝘂𝗻𝗮𝗻 𝘀𝗲𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗸𝗲𝗺𝗮𝘁𝗶𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮.
Adapun mendoakan orang-orang di luar Islam selain permohonan ampunan atas dosa-dosanya setelah kematiannya, ada yang disepakati akan kebolehannya dan ada pula yang pula dikhilafkan oleh para ulama. Berikut rinciaannya.
𝟭. 𝗗𝗼𝗮 𝗮𝗴𝗮𝗿 𝗱𝗶𝗯𝗲𝗿𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝗮𝘆𝗮𝗵.
Ulama sepakat membolehkan mendoakan orang kafir agar diberikan hidayah petunjuk. Hal ini berdasarkan beberapa dalil diantaranya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَدِمَ الطُّفَيْلُ وَأَصْحَابُهُ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ دَوْسًا قَدْ كَفَرَتْ وَأَبَتْ، فَادْعُ اللهَ عَلَيْهَا فَقِيلَ: هَلَكَتْ دَوْسٌ فَقَالَ: اللهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَائْتِ بِهِمْ
Abu Hurairah radliallahu ‘anhu mengatakan : “Suatu hari At Thufail dan para sahabatnya datang, mereka mengatakan : “Ya Rasulullah, Kabilah Daus benar-benar telah kufur dan menolak dakwah Islam, maka doakanlah keburukan untuk mereka !
Maka ada yang mengatakan : “Mampuslah kabilah Daus”. Tapi beliau ﷺ justru bersabda: “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Kabilah Daus, dan datangkanlah mereka kepadaku.” (Mutafaqqun ‘alaih)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِي جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah berdoa : “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu laki-laki yang paling engkau sukai, yaitu ‘Amr bin Hisyam (Abu Jahl) atau ‘Umar bin Khattab.” (HR. Tirmidzi )
𝟮. 𝗗𝗼𝗮 𝗸𝗲𝗯𝗮𝗶𝗸𝗮𝗻 𝘂𝗿𝘂𝘀𝗮𝗻 𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮.
Adapun mendoakan untuk kebaikan urusan dunia bagi non muslim semisal agar diberi kesehatan badan, rezeki, anak, atau doa bela sungkawa atas musibah yang menimpanya, ulama berbeda pendapat.
Seebagian ulama tegas menyatakan tidak dibolehkan karena ini dipandang sebagai bentuk loyalitas kepada orang kafir yang terlarang.
Adapun mayoritas ulama berpendapat tidak mengapa mendoakan kebaikan urusan dunia kepada orang kafir. Karena tidak masuk dalam larangan pada ayat di atas.
Berkata al imam An Nawawi[2] rahimahullah :
لكن يجوز ان يدعي بالهداية وصحة البدن والعافية وشبه ذالك وروينا في كتاب ابن السني عن انس عنه قال استسقي النبي صلى الله عليه وسلم فسقاه يهودي فقال له النبي صلى الله عليه وسلم جملك الله فما رأي الشيب حتي مات
“Tetapi berdoa untuk orang kafir agar mendapatkan petunjuk, sehat badan, keselamatan dunia,dan yang sejenisnya. Dan kami riwayatkan di dalam kitab Ibnu Sunni dari Sayyidina Anas radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata :
Rasulullah ﷺ pernah minta air kepada Yahudi, dan Yahudi tersebut memberikannya kepada Beliau, maka beliaupun berkata kepadanya; Jammalakallah, (Semoga Allah baguskan engkau) Maka Yahudi tersebut tidak melihat uban sampai matinya”.
𝟯. 𝗠𝗲𝗺𝗼𝗵𝗼𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗮𝗺𝗽𝘂𝗻𝗮𝗻 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗸𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽
Kebanyakan ulama berpendapat tidak boleh memohonkan ampunan bagi orang kafir baik ketika masih hidup maupun telah mati. Berkata al Imam an Nawawi rahimahullah :
اعلم انه لا يجوز ان يدعي له بالمغفرة وما اشبهها مما لا يقال لكفار
“Ketahuilah bahwasanya tidak boleh berdoa untuk orang kafir atau mendoakannya dengan ampunan dan sebagainya dari sesuatu yang tidak layak dikatakan untuk orang orang kafir.”[3]
Ibnu Arabi dalam menyatakan : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beberapa laki-laki dari Sahabat Nabi bertanya pada Nabi ﷺ : ‘Ya Rasulullah sebagian dari ayah-ayah kami adalah orang-orang yang baik pada tetangga dan menyambung silaturrahim, apakah kami tidak boleh memohonkan ampun pada mereka?’
Maka turunlah ayat 111 dari surah At Taubah.” (artinya tidak boleh).[4]
Sedangkan sebagian ulama membolehkan mendoakan ampunan atas orang kafir yang masih hidup.
Imam At Thabari beliau mengatakan dalam tafsirnya: “Sekelompok ulama’ telah menafsiri firman Allah : “Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya…”
Bahwa larangan dari Allah untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin adalah setelah matinya mereka (dalam keadaan kafir), karena firman-Nya : “Sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni jahim”.
Mereka mengatakan: “alasannya, karena tidak ada yg bisa memastikan bahwa dia ahli neraka, kecuali setelah ia mati dalam kekafirannya, adapun saat ia masih hidup, maka tidak ada yg bisa mengetahui hal itu, sehingga dibolehkan bagi Kaum Mukminin untuk memintakan ampun bagi mereka.”[5]
Kalangan yang membolehkan doa ampunan kepada orang kafir yang masih hidup juga berdalil dengan Mafhum Mukhalafah dari firman Allah ta’ala berikut:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ . وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahim.
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka dia berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. at Taubah: 113-114)
Ayat diatas mengaitkan “larangan memintakan ampun untuk kaum Musyrikin”, dengan keadaan “sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka”.
Sehingga sebelum jelas menjadi penghuni neraka, boleh di mintakan ampun. Dan telah shahih dari Ibnu Abbas, bahwa maksud dari firman Allah ta’la yang artinya: “Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah” adalah “setelah mati dalam keadaan kufur”. Sehingga sebelum kematiannya, masih boleh dimintakan ampun.
𝗞𝗲𝘀𝗶𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻
- Yang diharamkan adalah memohonkan ampunan atas orang kafir yang sudah meninggal.
-
Adapun mendoakan orang kafir agar mendapatkan hidayah maka hukumnya boleh.
-
Ulama berbeda pendapat tentang hukum mendoakan kebaikan urusan dunia seperti kesehatan, rezeki atau bela sungkawa atas musibah. Menurut mayoritas ulama dibolehkan.
-
Ulama juga berbeda pendapat tentang hukum mendoakan ampunan atas orang kafir yang masih hidup, sebagian kelompok ulama membolehkan, sedangkan jumhur ulama melarang.
Wallahu a’lam.
[1] Al Mausu’ah Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (11/187).
[2] Al Adzkar halaman 282.
[3] Al Adzkar halaman 282.
[4] Ahkamul Quran (2/591).
[5] Tafsir Thabari (12/26).
(ameera/arrahmah.id)