TUNIS (Arrahmah.id) – Sedikitnya 29 migran dari Afrika sub-Sahara tewas di lepas pantai Tunisia setelah dua kapal mereka tenggelam saat mencoba menyeberangi laut Mediterania ke Italia pada Ahad (26/3/2023).
Penjaga pantai Tunisia, yang pertama kali berada di tempat kejadian, mengatakan telah berhasil menyelamatkan 11 orang.
Pada Ahad lalu penjaga pantai mengatakan telah menghentikan sekitar 80 kapal yang menuju Italia dan menahan lebih dari 3.000 migran, sebagian besar dari negara-negara Afrika sub-Sahara.
Dalam beberapa tahun terakhir, Tunisia telah menjadi landasan peluncuran bagi para migran yang ingin mencapai Eropa.
Data PBB menunjukkan bahwa setidaknya 12.000 migran yang tiba di Italia tahun ini meninggalkan Tunisia, dibandingkan dengan 1.300 pada periode waktu yang sama tahun lalu.
Tragedi terbaru mengikuti yang serupa awal bulan ini yang mengakibatkan setidaknya 30 orang hilang di laut setelah sebuah kapal terbalik dalam cuaca buruk.
The Phone Alarm Charity, yang melacak pergerakan migran melintasi Mediterania, pada saat itu menuduh pihak berwenang Italia mengabaikan penderitaan orang hilang selama beberapa jam penting yang bisa menyelamatkan nyawa.
Tuduhan serupa juga ditujukan kepada otoritas Tunisia.
Berbicara pada pertemuan puncak di Brussel pada Jumat (24/3), Perdana Menteri sayap kanan Italia Giorgia Meloni memperingatkan bahwa mungkin akan ada gelombang migrasi menuju Eropa jika situasi politik dan ekonomi Tunisia tidak stabil.
Tunisia saat ini menghadapi krisis keuangan terburuk sejak pemberontakan Arab Spring 2011.
Ada juga peningkatan diskriminasi terhadap migran di Tunisia.
Bulan lalu, Presiden Tunisia Kais Saied menuduh para migran Afrika sub-Sahara berada di balik gelombang kejahatan di seluruh negeri dan menggambarkan mereka sebagai ancaman demografis.
Tragedi terbaru mengikuti yang serupa di bulan Februari ketika setidaknya 61 orang, termasuk anak-anak, tewas ketika kapal mereka yang berlayar dari Turki menabrak bebatuan di pantai selatan Italia.
Insiden itu terjadi beberapa bulan setelah Meloni, pemimpin partai post facist Brothers of Italy, memenangkan kekuasaan pada Oktober, sebagian dengan janji untuk membendung arus migran yang mencapai pantai Italia.
Pemerintahannya telah mengambil tindakan keras pada persoalan migrasi sejak menjabat pada Oktober, sebagian besar dengan membatasi kegiatan penyelamatan migran dengan undang-undang baru yang keras yang memenangkan persetujuan parlemen akhir pada Kamis (23/3).
Meloni menuduh LSM mendorong para migran untuk melakukan perjalanan laut yang berbahaya ke Italia, bertindak sebagai apa yang disebut “faktor penarik”.
Italia adalah salah satu titik pendaratan utama bagi mereka yang mencoba memasuki Eropa melalui laut, banyak diantaranya yang ingin melakukan perjalanan ke negara-negara Eropa utara yang lebih kaya. Sementara, apa yang disebut rute Mediterania tengah dikenal sebagai salah satu yang paling berbahaya di dunia.
Migrants Project PBB telah mencatat lebih dari 17.000 kematian dan penghilangan di Mediterania tengah sejak 2014.
Diperkirakan lebih dari 220 telah meninggal atau hilang tahun ini. (zarahamala/arrahmah.id)