(Arrahmah.id) – Allah SWT berfirman: “Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.” [TQS Maryam, 59-60]
Celakalah orang-orang yang mengerjakan salat (orang-orang munafik) yang lalai dari shalatnya (yaitu, menunda shalat mereka dari waktu yang ditetapkan). [TQS. Al-Ma’un, 4-5]
Hai orang-orang yang beriman! Janganlah hartamu atau anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah. Dan barang siapa yang melakukan itu, maka merekalah yang merugi. [TQS. Al-Munaafiqun, 9]
Para ahli tafsir Al-Qur’an mengatakan: “‘Mengingat Allah’ yang disebutkan dalam ayat ini berarti salat lima waktu. Jika seseorang begitu sibuk dalam jual beli, atau dengan pekerjaannya sehari-hari mencari nafkah, atau dengan anak-anaknya sehingga melalaikannya dari melaksanakan salat, termasuk di dalamnya, orang-orang yang salat keluar dari waktunya tanpa ada udzur, termasuk pula orang yang menundanya sampai di penghujung waktu. maka ia termasuk orang-orang yang merugi.”
“Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah salat. Apabila salatnya baik, seluruh amalannya pun baik. Apabila salatnya buruk, seluruh amalannya pun buruk.” [HR Thabrani]
Allah SWT berfirman: (Para penghuni Neraka akan ditanya:) Apa yang menyebabkan kamu masuk Neraka? Mereka menjawab: Kami tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat. Kami juga tidak memberi makan orang miskin. Dan kami biasa berbicara dusta (semua yang dibenci Allah) bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan kami biasa mendustakan Hari Pembalasan. Sampai datang kepada kami yang pasti (yakni kematian). Jadi tidak ada Syafaat dari para pemberi syafaat yang akan bermanfaat bagi mereka [TQS. Al-Muddatstsir, 42-48]
Nabi Shalallahu alayhi wa sallam bersabda (yang artinya): “Perjanjian antara kami dengan mereka (orang kafir) adalah mengenai salat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
“Yang berada di antara manusia dan kekafiran adalah meninggalkan salat.” [Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i]
“Barang siapa meninggalkan salat dengan sengaja, maka dia tidak berhak menuntut Allah.” [HR. Ibnu Maajah, ADAB-AL-MUFRAD dari Bukhaari, Tabaraani]
“Aku diperintahkan untuk berperang melawan orang-orang sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan sampai mereka melakukan shalat dan membayar zakat, dan jika mereka melakukannya, mereka akan mendapat perlindungan dariku untuk jiwa dan harta benda mereka, kecuali [mereka melakukan perbuatan yang dapat dihukum] sesuai dengan Islam, dan perhitungan mereka berada di sisi Allah SWT.” [HR. Bukhaari dan Muslim]
“Barangsiapa yang memeliharanya, itu akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya di Hari Kebangkitan. Akan tetapi barangsiapa tidak menaatinya, maka tidak akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat, dan pada hari itu dia akan dihubungkan dengan Qarun, Fir’aun, Namaan dan Ubayy bin Khalaf (musuh Islam dari kalangan Quraisy).” [HR. Ahmad, Tabaraani, Ibnu Hibbaan]
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah menjelaskan: Orang yang meninggalkan salat akan dibangkitkan dalam 4 kondisi karena pengabaiannya terhadap salat, Apabila ia meninggalkan salat karena sibuk dengan urusan hartanya maka ia akan dibangkitkan bersama dengan Karun, jika karena urusan negaranya, maka ia akan dibangkitkan bersama Firaun, jika karena urusan pekerjaannya maka ia akan bersama Hamaan, dan jika karena urusan perdagangannya maka ia akan bersama Ubay bin Khalaf, pedagang masyhur pentolan kafir Makkah.
- `Abdullaah bin Syaqiq Al-`Aqili Tabi`i berkata: “Para sahabat Nabi tidak menganggap meninggalkan suatu perbuatan baik sebagai kekafiran kecuali meninggalkan Salat.” [HR. Tirmidzi, Haakim]
- Ketika `Ali radhiyallahu ‘anhu ditanya tentang seorang wanita yang tidak salat, dia berkata: “Orang yang tidak salat adalah kafir.” [HR. Tirmidzi, Haakim]
- Ibnu Mas`ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Orang yang meninggalkan salat tidak memiliki agama.” [Muhammad bin Nasr Al Mirwazii]
- Ibnu `Abbaas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Orang yang meninggalkan satu salat dengan sengaja akan menemukan, ketika dia bertemu dengan Allah SWT, bahwa Dia SWT marah padanya.” [Muhammad bin Nasr Al-Mirwazee, Ibnu Abdul-Barr]
- Ibnu Hazm berkata: “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik daripada menunda salat sampai waktunya telah berlalu dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang adil.”
- Ibrahim Al-Nakha`i berkata: “Orang yang meninggalkan salat telah menjadi kafir.” Abu Ayyub Al-Sakhtiyani mengatakan sesuatu yang mirip dengan ini.
Ibn Hazm menulis: “Dari Umar, `Abdurrahmaan bin ‘Auf, Mu’adz bin Jabal, Abu Hurairah dan para sahabat lainnya bersepakat bahwa siapa saja yang melewatkan satu salat wajib sampai waktunya selesai menjadi murtad. Kami menemukan tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka mengenai hal ini.”
Hal ini disebutkan oleh Al Mundziri dalam AT-Targhib Wa At-Tarhib. Kemudian dia berkomentar: Sekelompok sahabat dan orang-orang yang datang setelah mereka percaya bahwa sengaja untuk melewatkan satu salat sampai waktunya benar-benar selesai membuat seseorang menjadi kafir. Orang-orang dari pendapat ini termasuk Umar bin Khattab, Abdulaah bin Mas’ud, Abdullah bin ‘Abbas, Mu’adz bin Jabal, Jaabir bin Abdullaah dan Abu Dardaa’. Di antara non-sahabat yang memiliki pandangan ini adalah Ibnu Hanbal, Ishaaq bin Rahwayh, Abdullah bin Mubaarak, An-Nakha’I, Al-Hakam bin Utaibah, Abu Ayyub As-Sakhtiyaani, Abu Dawud At-Tiyaalisi, Abu Bakr bin Abu Shaybah, Zuhayr di Harb, dan lainnya.
Demikianlah, meninggalkan salat bukanlah perkara yang remeh. Marilah kita memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari kehinaan dan kondisi orang-orang yang di adzab Allah karena lalai dari mengerjakan salat. (zarahamala/arrahmah.id)