AMSTERDAM (Arrahmah.id) — Ahli kegempaan Belanda, Frank Hoogerbeets, kembali membuat ramalan terkait gempa usai meramalkan gempa Turki – Suriah pada sepekan sebelumnya. Ramalan ini diungkapkan dalam video yang diunggah di Youtube Survei Geometrik Tata Surya (SSGEOS), pada 27 Februari 2023 lalu.
Ia menuturkan gempa akan sangat besar hingga magnitudonya 8. Ia pun menyebut ada wilayah Indonesia yang kemungkinan berpotensi terkena yakni Sulawesi, Halmahera, dan Laut Banda.
“Daerah yang terkena dampak dapat membentang ribuan kilometer, dari Semenanjung Kamchatka dan Kepulauan Kuril di Timur Jauh Rusia, sampai ke Filipina … Sulawesi, Halmahera, mungkin Laut Banda, Indonesia,” jelasnya, dikutip CNBC (3/3/2023).
Terlihat pula dalam penjelasannya peta bumi dengan garis ungu, tanda di mana gema kemungkinan terjadi. Gambar jangkauan gempa itu juga memperlihatkan Kepulauan Sunda Kecil seperti Bali, NTB, dan NTT.
Hoogerbeets membuat ramalan berdasarkan gerak benda langit. Di mana ia menyebut Maret sebagai bulan yang kritis.
Menurutnya ada “konvergensi geometer” planet yang kritis sekitar 2 hingga 5 Maret. Itu data mengakibatkan aktivitas seismik besar hingga sangat besar.
“Bahkan mendorong gempa sekitar 3 dan 4 Maret atau 6 dan 7 Maret,” katanya lagi.
Meski demikian, ia menegaskan ini hanya peringatan.
Menurutnya apa yang dikatakannya bukan untuk menakut-nakuti.
“Jika kamu berada di wilayah rentan gempa, kamu harus selalu membuat rencana gempa. Apapun ramalannya, kamu harus membuat rencana,” tegasnya.
“Jadi ketika tanah bergerak, kamu bisa keluar dari rumah tau bangunan dengan cepat … Kamu harus ekstra waspada,” tambahnya lagi.
Hoogerbeets sebelumnya meramalkan gempa Turki, tiga hari sebelum kejadian. Gempa dengan magnitudo 7,8 pada 6 Februari menewaskan sekitar 50.000 orang.
“Cepat atau lambat akan ada gempa magnitudo 7,5 di wilayah ini (Turki selatan-tengah, Yordania, Suriah, Lebanon),” tulis Hoogerbeets waktu itu.
Setelahnya, ramalan itu menjadi viral di media sosial karena gempa dahsyat benar-benar terjadi di Turki. Hoogerbeets pun menjelaskan dalam tweet baru bagaimana dia menebak tragedi tersebut.
Meski demikian, beberapa pihak tetap kontra dengan metode gempa Hoogerbeets. Kepala Penelitian Geofisika cabang Kamchatka dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Danila Chebrov menggambarkan prediksi Hoogerbeets sebagai sesuatu yang ‘amatir’.
“Hubungan antara pergerakan planet di tata surya dan aktivitas seismik di Bumi cukup lemah, dan itu akan menimbulkan persoalan jika menggunakannya sebagai alat prognostik utama,” jelas Chebrov, dikutip dari media B29 dan NPR. (hanoum/arrahmah.id)