ANTAKYA (Arrahmah.id) – Puluhan balon merah menghiasi puing-puing bangunan yang hancur di sepanjang jalan utama di bagian selatan Turki yang dilanda gempa.
Mereka adalah penghormatan terakhir bagi anak-anak yang tewas akibat gempa bumi yang meluluhlantakkan Antakya, menurut Ogun Sever Okur, yang berada di balik tugu peringatan tersebut.
Efeknya mencolok, balon-balon terang sangat kontras dengan puing-puing abu-abu berdebu dan logam bengkok yang pernah menjadi bangunan sembilan lantai.
Dengan latar belakang monokrom, segelintir harta benda membuktikan kehidupan muda yang telah hilang akibat gempa.
Sebuah mainan ungu dengan gambar kartun Daisy Duck dan Minnie Mouse tergeletak terlupakan di dekat skuter merah muda dan jaket fuchsia yang bergambar hati.
“Tiga anak meninggal di sini. Mereka berusia 18 bulan, empat tahun, dan enam tahun,” kata Ogun Sever Okur.
Okur, yang menanam mawar dan juga seorang fotografer, menjadi sukarelawan sebagai penyelamat pada hari-hari setelah gempa bumi di kampung halamannya di Adana, sebelum menuju ke Antakya yang berjarak 200 kilometer (125 mil).
“Saya mulai di sini dan kemudian pindah ke gedung di belakang. Area ini mengejutkan saya. Saya tidak bisa tidur selama beberapa malam karena kami tidak bisa menyelamatkan anak-anak dari sini,” katanya.
Delapan hari setelah gempa, Okur mulai mengikatkan balon ke reruntuhan di kota berpenduduk 400.000 orang itu, yang sekarang menjadi kota hantu yang hanya berisi para penggali dan truk pengangkut puing.
Lebih dari 42.000 orang tewas di Turki dalam gempa tersebut meskipun para pejabat Turki belum mengatakan berapa banyak dari mereka adalah anak-anak.
Sementara kecepatan tanggap darurat di Antakya dikecam secara luas, Okur, ayah dua anak mengatakan tidak ada motif politik di balik karyanya, malah menekankan makna sentimentalnya.
Sejak 2020, ia telah mendukung anak-anak yang kurang mampu melalui asosiasinya, memberikan mainan dan makanan kepada anak-anak, dan dalam beberapa kasus kaki palsu atau operasi.
Dia mengatakan balon-balon itu adalah “mainan terakhir yang (dia bisa) tawarkan” kepada para korban muda, yang telah dipasang sebanyak 1.000 buah di lima atau enam bangunan di Antakya.
Balon merah biasanya “mewakili kegembiraan, cinta,” katanya.
Namun di Antakya, setelah gempa bumi, “ini pertama kalinya ada balon yang membuat kami menangis”. (zarahamala/arrahmah.id)