AMMAN (Arrahmah.id) – Raja Yordania, Abdullah II pada Selasa (24/1/2023) menjamu Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu di Amman dalam pertemuan yang jarang terjadi setelah bertahun-tahun hubungan yang tegang antara kedua pemimpin.
Istana kerajaan mengatakan mereka membahas situasi di kompleks Masjid Al-Aqsa Yerusalem Timur yang diduduki dan pentingnya menghormati status quo sejarah dan hukum.
Netanyahu, yang sebelumnya menjabat sebagai perdana menteri dari 2009 hingga 2021, kembali berkuasa bulan lalu sebagai pemimpin koalisi yang mencakup partai-partai Yahudi ekstrem kanan dan ultra-Ortodoks.
Pada 3 Januari, Menteri Keamanan Nasional sayap kanan “Israel” Itamar Ben-Gvir mendatangi tempat suci yang dikelola Yordania ini dan memicu gelombang kecaman internasional.
Kantor Netanyahu mengatakan pemimpin “Israel” itu membahas “masalah regional” dan hubungan bilateral dengan raja Yordania.
Kedua pemimpin terakhir bertemu di Yordania pada 2018.
Kunjungan Selasa (24/1) ke Amman ini adalah perjalanan resmi pertama Netanyahu ke luar negeri sejak menjabat.
Netanyahu bergabung dengan Menteri Urusan Strategis Ron Dermer dan Ronen Bar, kepala badan keamanan domestik Shin Bet, serta penasihat keamanan nasional Tzachi Hanegbi dan sekretaris militer Netanyahu Avi Gil, kata seorang pejabat “Israel”.
Yordania pada 1994 menjadi negara Arab kedua yang mengakui dan menandatangani perjanjian damai dengan negara tetangga “Israel”, setelah Mesir.
Raja Abdullah telah berulang kali menggambarkan hubungan dengan “Israel” sebagai “perdamaian yang dingin” dan pada akhir 2019 mengatakan bahwa hubungan “Israel”-Yordania berada pada “titik terendah sepanjang masa”.
Mantan menteri pertahanan “Israel” Benny Gantz bertemu Raja Abdullah di Amman pada Januari 2022, kurang dari sebulan setelah kunjungan mantan perdana menteri Naftali Bennett dalam upaya memperbaiki hubungan.
Menurut pernyataan istana, raja menekankan dalam pertemuannya dengan Netanyahu “kebutuhan untuk menjaga ketenangan dan menghentikan semua tindakan kekerasan, guna membuka jalan bagi cakrawala politik untuk proses perdamaian”.
Dia menyerukan “diakhirinya tindakan apa pun yang dapat merusak prospek perdamaian” dan “menegaskan kembali posisi teguh Yordania dalam mendukung solusi dua negara” untuk konflik Palestina-“Israel”, tambahnya.
Kementerian luar negeri di Amman memanggil duta besar “Israel” dua kali bulan ini, sekali untuk memprotes kunjungan menteri sayap kanan Ben-Gvir ke kompleks Al-Aqsa, dan kedua kalinya setelah petugas polisi “Israel” mencegah duta besar Yordania memasuki situs tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)