STOCKHOLM (Arrahmah.id) — Kembali pemimpin partai sayap kanan di Swedia melakukan pembakaran Al Qur’an. Kali ini Rasmus Paludan (41) mendapat izin langsung dari aparat setempat untuk melakukan aksinya di luar kedutaan Turki di Stockholm.
Dilansir Daily Mail (21/1/2023), Paludan yang merupakan keturunan Denmark-Swedia mengatakan dia ingin ‘menandai kebebasan berbicara’ setelah digantungnya patung Presiden Turki Tayyip Erdogan di dekat balai kota Stockholm yang memicu tanggapan keras di Turki.
Sebelum aksi pembakaran salinan kitab suci umat Muslim oleh Rasmus Paludan yang terbaru ini, kerusuhan meletus di Malmö pada April tahun 2022 lalu setelah dirinya mengunjungi Swedia menjelang pemilu. Saat itu dirinya berniat membakar Al Qur’an untuk menggalang dukungan bagi gerakannya.
Sebelumnya juga terjadi kericuhan pada Agustus 2020, ketika para aktivis membakar Al Qur’an setelah Paludan ditangkap.
Sementara itu, melansir dari TRT World, Turki memutuskan untuk memanggil duta besar Swedia untuk Turki terkait izin untuk membakar salinan Al Qur’an di Stockholm.
“Turki telah memanggil duta besar Swedia untuk Ankara setelah pemerintah Swedia mengizinkan seorang pemimpin rasis sayap kanan anti-Muslim untuk membakar salinan Al-Qur’an di luar kedutaan Turki di Stockholm,” kata sumber-sumber diplomatik.
“Setelah mengetahui bahwa tindakan membakar (salinan) kitab suci kami, Al Qur’an, di dekat kedutaan kami di Stockholm Swedia diizinkan, duta besar Swedia untuk Ankara dipanggil ke kementerian kami hari ini,” kata sumber di kementerian luar negeri Turki.
Telah disampaikan kepada duta besar Swedia bahwa Turki mengutuk keras tindakan provokatif tersebut,”yang jelas merupakan kejahatan rasial”, tambah sumber tersebut.
“Sikap Swedia tidak dapat diterima. Kami berharap tindakan itu tidak diizinkan, dan penghinaan terhadap nilai-nilai sakral tidak dapat dipertahankan dengan kedok hak demokrasi.”
Menteri luar negeri Turki Melvut Cavusoglu juga mengatakan bahwa kelambanan Swedia atas respons patung pemimpin Turki yang digantung itu ‘tidak masuk akal’. Menyebut Swedia tidak boleh mencoba membodohi Turki dengan menyebut tindakan itu ‘kebebasan berbicara’.
Dalam beberapa hari terakhir, negara itu telah meningkatkan tekanan pada Swedia, menuntut 130 orang yang disebut ‘teroris’ diekstradisi ke Turki sebelum parlemen Turki menyetujui tawaran NATO.
Pembakaran (salinan) Al Qur’an menghina negara mayoritas Muslim diperkirakan akan memicu reaksi keras di Turki.
Pada April tahun lalu, 40 orang terluka dalam kerusuhan di Swedia setelah unjuk rasa yang dipimpin oleh Paludan, yang mendapat izin untuk dilanjutkan dari polisi, mengalami bentrokan dengan para pengunjuk rasa.
Empat mobil polisi dibakar dan sedikitnya lima orang terluka saat pengunjuk rasa melemparkan batu dan menyerang penjagaan polisi.
Paludan memimpin unjuk rasa di Swedia untuk menggalang dukungan menjelang pemilu pada September 2022, berencana membakar Al Qur’an selama bulan suci Ramadhan.
Rasmus Paludan telah menjadi pusat politik anti-Islam di Eropa utara selama beberapa tahun.
Dia menjadi terkenal dengan peluncuran partai sayap kanan Stram Kurs, yang diterjemahkan sebagai ‘Garis Keras’, di Denmark pada tahun 2017.
Pengacara dan YouTuber ini dikenal karena membakar Al Qur’an dan menyerukan deportasi semua Muslim dari Denmark.
Paludan sebelumnya mengatakan: ‘Musuh adalah Islam dan Muslim. Hal terbaik adalah jika tidak ada seorang Muslim pun yang tersisa di Bumi ini. Maka kita akan mencapai tujuan akhir kita.’ (hanoum/arrahmah.id)