MAROKO (Arrahmah.com) – Lembaga Asosiasi Keluarga Berencana Maroko, The Moroccan Association of Family Planning, melaporkan, para wanita yang melakukan aborsi secara sembunyi-sembunyi di Maroko capai 600 orang perhari. Informasi tersebut adalah hasil laporan akhir tahun.
Dalam memperoleh informasi tersebut, lembaga keluarga berencana di Maroko tersebut melakukan investigasi langsung ke lapangan pada tahun lalu. Pada investigasi tersebut diperoleh informasi bahwa 8.239 wanita hamil yang berumur antara 15-49 tahun terancam keguguran. 25% diantara mereka telah menikah, 42% perawan, dan 6% janda. Mayoritas wanita tersebut tidak mengambil langkah-langkah untuk menjaga kandungannya, karena kehamilannya tidak mereka inginkan.
Berdasarkan hasil investigasi di Kota Agadir, dari 437 wanita yang dijadikan sampel, 165 diantara mereka atau 35% mengaku pernah melakukan aborsi, minimal sekali dalam hidupnya. 46% diantara mereka melakukan aborsi ketika berada di bangku kuliah, dan 21% diantara mereka mengaku telah melakukan aborsi sebanyak dua kali dalam hidupnya.
Menurut keterangan para dokter, perempuan yang ingin menggugurkan kandungannya lantaran kehamilan tersebut tidak mereka inginkan. Kebanyakan mereka melakukannya dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan, benda tajam,atau sengaja menggunakan dosis obat yang berlebihan. Pengguguran biasanya mereka lakukan ketika kehamilannya berumur empat hingga lima bulan, mereka mengaku karena terkena tetanus atau infeksi atau perdarahan atau keracunan, dan mereka tidak pernah mengakui usaha penggugurannya melainkan setelah merasa aman. Demikian keterangan menurut Dr. Shafiq Acharaybe, kepala ginekologi kebidanan dan kelahiran di rumah sakit Ibnu Sina yang terletak di Kabupaten Lemon, Rabat.
Informasi yang mengejutkan, para dokter justru menfasilitasi usaha aborsi tersebut dengan diam-diam, karena aborsi dianggap sangat menguntungkan bagi mereka. Dalam sehari, dokter yang biasa menfasilitasi usaha aborsi dapat memperoleh omset sedikitnya 20 ribu dirham atau sekitar Rp. 18 juta rupiah. Akibat usaha yang menguntungkan tersebut, 10-12 dokter diseret ke penjara karena gagal dalam mengaborsi pasiennya dan mengakibatkan kematian.
Menurut Dr. Acharaybe, Maroko mempunyai 60 dokter specialis penyakit para wanita, sebagian diantara mereka ahli dalam masalah aborsi. Biaya untuk melakukan aborsi bermacam-macam, tergantug pada umur pasien, status, dan tingkat kehamilannya. Menurutnya, biasanya biaya aborsi berkisar antara 1500-10.000 dirham atau sekitar Rp. 1.350.000-9.000.000.
Menangani kasus tersebut, undang-udang Maroko melarang para wanita melakukan aborsi. Bagi yang melanggarnya akan dipenjara selama 1-5 tahun, atau dikenakan denda sebesar $20-50 atau sekitar Rp. 180.000-450.000. Demikian menurut peraturan undang-undang Maroko pada tahun 1967. Hanya saja, undang-udang membolehkan para wanita melakukan aborsi dalam kondisi tertentu, seperti karena mempunyai penyakit yang membahayakan ibunya, atau karena adanya infeksi, atau karena gangguan mental. Walaupun demikian, beberapa asosiasi wanita Maroko tetap menuntut kebebasan melakukan aborsi. (Hanin Mazaya/alislamu)