MALUKU (Arrahmah.id) – Kemunculan ‘pulau’ baru di Tanimbar usai gempa dengan magnitudo 7,5 skala richter mengguncang Maluku Tenggara Barat pada Selasa (10/9/2023), membuat warga sekitar kahawatir.
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Herfien Samalehu menyampaikan pendapatnya terkait kemunculan ‘pulau’ baru di Tanimbar tersebut.
Herfien menilai, munculnya ‘pulau’ baru disebabkan oleh desakan pada lempeng samudera tua/slab saat subduksi yang menghujam masuk ke dalam mantel bumi.
Herfien juga mengungkapkan bahwa gempa yang terjadi di Tanimbar merupakan gempa bermodel thrusting atau adanya patahan naik dari subduksi laut banda.
Hal tersebut bisa dilihat dari analisis lokasi hiposenter dan kedalamannya. Dari model jenis gempa tersebut akan menyebabkan kenaikan atau uplift dan juga akan menyebabkan penurunan atau subsidence di sisi yang lain.
“Contohnya, beberapa kejadian gempa seperti gempa Aceh dan Nias. Usai gempa sempat terjadi pengangkatan di sekitar Pulau Simeuleu namun terdapat pula blok yang turun atau subsidence hingga satu meter di sepanjang garis pantai di Aceh,” kata Herfien dalam keterangan tertulisnya, pada Selasa (10/1).
Fenomena juga sempat terjadi di Lombok mengakibatkan fenomena naiknya Pulau Lombok sebesar 25 sentimeter yang terlihat dari indikasi Peta Satelit.
“Fenomena ini bisa terjadi setelah pascagempa yang menyebabkan deformasi regional,” ujarnya.
Ia menyebut kenaikan daratan di Teinaman kabupaten Maluku Barat Daya merupakan blok yang naik secara keseluruhan namun tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap wilayah Tanimbar.
Dampak dari gempa yang terjadi, kata dia, tidak menyebabkan bahaya ikutan (collateral hazard) berupa adanya longsoran skala massif, gerakan tanah atau likuifaksi dan gelombang tsunami.
“Kami mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan mengikuti arahan dari BPBD atau BMKG setempat. Jangan terpancing isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami,” imbuhnya.
Meski begitu di laut Banda dan wilayah di sekitar Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya tergolong rawan bencana gempa bumi dan tsunami.
Menurut catatan Badan Geologi kejadian tsunami pernah melanda wilayah di sekitar laut Banda pada tahun 1629, 1852, 1938 dan 1975. (rafa/arrahmah.id)