YERUSALEM (Arrahmah.id) – “Sebagai orang Palestina yang hidup di bawah pendudukan, saya akan terus mengibarkan bendera Palestina. Tindakan ini tidak akan mengubah apapun,” kata Muhammad Abu el-Humos, seorang penduduk dan aktivis di Yerusalem Timur yang diduduki, kepada The New Arab.
Menteri Keamanan sayap kanan “Israel”, Itamar Ben-Gvir, telah melarang pengibaran bendera Palestina di ruang public pada Ahad (8/1/2023). Perintah itu dikeluarkan setelah perayaan diadakan di kota Ara menyusul pembebasan tahanan lama Palestina, Karim Younes.
Bendera Palestina juga dikibarkan Sabtu malam (7/1) di Tel Aviv selama rapat umum yang diadakan oleh anggota pemerintah Israel yang memprovokasi oposisi.
“Saya menuntut agar semua orang menghentikan ini segera,” tweet PM Israel Netanyahu, menggambarkan pengibaran bendera Palestina dan memegang tanda “Bebaskan Palestina” oleh beberapa anggota oposisi Israel sebagai “hasutan liar.”
Bendera Palestina umumnya ditoleransi di dalam garis hijau tetapi tidak di Yerusalem Timur yang diduduki. Polisi “Israel” secara rutin menyerang warga Palestina yang memegang bendera mereka.
Banyak orang “Israel” menyebut bendera Palestina sebagai bendera Organisasi Pembebasan Palestina-PLO untuk mengkriminalisasi tindakan memegangnya. Sebelum penandatanganan Kesepakatan Oslo, “Israel” mencela PLO sebagai organisasi “teror”. Namun warna benderanya adalah warna Pan-Arab yaitu hitam, putih, hijau dan merah.
Hukum “Israel” tidak termasuk larangan eksplisit mengibarkan bendera Palestina di depan umum, tuduhan ahli hukum.
Adalah, pusat hukum untuk hak-hak minoritas Arab di “Israel”, mengkritik langkah tersebut dengan menyebutnya sejalan dengan “penolakan eksplisit hak untuk menentukan nasib sendiri” oleh pemerintah saat ini.
“Kebijakan ini tidak hanya melanggar hak warga Palestina untuk kebebasan berbicara tetapi juga merupakan penyangkalan dan serangan terhadap identitas nasional warga Palestina,” kata Adalah kepada TNA.
Sementara itu, anggota parlemen Likud Ofir Kats mengumumkan bahwa dia bermaksud untuk memajukan undang-undang yang mencabut kewarganegaraan “Israel” dan status penduduk tetap dari setiap “teroris” yang menerima kompensasi finansial dari Otoritas Palestina karena melakukan “aksi teror”. (zarahamala/arrahmah.id)