YERUSALEM (Arrahmah.id) – “Israel” menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki pada Ahad (1/1/2023), sebuah provokasi yang terjadi hanya beberapa jam setelah awal Tahun Baru.
Puluhan ekstremis memaksa masuk ke situs paling suci ketiga bagi umat Islam ini, melalui Gerbang Mughrabi, kata saksi yang dikutip oleh kantor berita resmi Palestina, Wafa.
Polisi “Israel” melindungi mereka saat mereka beribadah di kompleks itu melanggar perjanjian status-quo lama yang mengatur Al-Aqsa, yang mengatakan non-Muslim diizinkan untuk berkunjung tetapi tidak berdoa di sana.
Banyak ekstremis “Israel” ingin melihat situs itu diubah menjadi kuil Yahudi, sebuah ide yang ditolak mentah-mentah oleh warga Palestina dan Muslim.
“Israel” secara rutin membiarkan kaum radikal Yahudi menyerbu Al-Aqsa.
Ketegangan saat ini bahkan lebih tinggi dari biasanya setelah pengambilan sumpah pemerintah sayap kanan baru “Israel” pada Kamis (29/12/2022), yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Sementara pedoman kebijakan koalisi, yang dirilis sebelum mengambil alih kekuasaan, mengatakan aturan yang mengatur tempat-tempat suci akan tetap sama, politisi ekstremis telah menyerukan perubahan status quo untuk mengizinkan Yahudi sembahyang di kompleks Al-Aqsa.
Pada Ahad (1/1), kelompok radikal yang terkait dengan gerakan “Temple Mount Faithful” mengirim surat kepada Menteri Keamanan Nasional “Israel” Itamar Ben-Gvir, yang dikenal karena permusuhannya terhadap warga Palestina.
Mereka menyerukan peningkatan akses ekstremis Yahudi ke situs Masjid Al-Aqsa dan pembangunan sinagog di lahan tersebut.
“Israel” merebut Yerusalem Timur pada 1967 sebelum mencaploknya secara ilegal pada 1980 dalam suatu tindakan yang tidak diakui oleh sebagian besar masyarakat internasional.
Warga Palestina memandang sektor timur kota suci itu sebagai ibu kota negara merdeka mereka di masa depan.
“Israel” pada Ahad (1/1) menahan tiga warga Palestina dari provinsi Hebron Tepi Barat yang diduduki, lansir Wafa.
Lima penangkapan lainnya juga dilaporkan oleh media, termasuk seorang pria yang menurut kantor berita Palestina Ma’an ditahan di sebuah pos pemeriksaan pada Sabtu malam (31/12/2022).
Sebuah sumber yang dikutip oleh Ma’an mengatakan Uday Mohammed Abdel Rahman Abu Jamhour yang berusia 22 tahun dibawa ke suatu tempat yang tidak diketahui oleh pasukan “Israel”.
Penyerbuan Al-Aqsa pada Ahad (1/1) terjadi setelah Raja Yordania Abdullah II mengatakan siap menghadapi konflik jika status quo mengenai tempat-tempat suci di Yerusalem Timur berubah, memperingatkan bahwa ada “garis merah” yang tidak boleh dilanggar.
“Jika orang ingin berkonflik dengan kami, kami cukup siap,” katanya kepada CNN dalam wawancara yang disiarkan pada Rabu (28/12/2022).
Raja Abdullah menyatakan keprihatinan Yordania bahwa ada orang-orang di “Israel” yang mencoba mendorong perubahan dalam perwalian Amman atas tempat-tempat suci Kristen dan Muslim Yerusalem.
“Kami adalah penjaga tempat suci Kristen dan Muslim di Yerusalem; keprihatinan saya adalah bahwa ada tantangan yang dihadapi gereja dari kebijakan di lapangan,” katanya.
“Jika kita terus menggunakan Yerusalem sebagai kotak sabun untuk politik, hal-hal bisa menjadi tidak terkendali dengan sangat cepat,” Sang Raja memperingatkan. (zarahamala/arrahmah.id)