RABAT (Arrahmah.id) – Ratusan demonstran turun ke jalan-jalan di kota-kota Maroko pada Sabtu (24/12/2022) untuk berdemonstrasi menentang normalisasi hubungan negara mereka dengan “Israel”, dua tahun setelah kesepakatan yang ditengahi AS untuk menjalin hubungan formal antara kedua negara ditandatangani.
Protes berlangsung di 30 kota berbeda di seluruh Maroko, termasuk Tangier, Agadir, Meknes, dan Rabat, kata penyelenggara Front Maroko untuk Mendukung Palestina dan Melawan Normalisasi, sebuah koalisi lebih dari sejumlah organisasi politik dan hak asasi manusia.
Para pengunjuk rasa meneriakkan “Rakyat ingin menghentikan normalisasi”, serta slogan-slogan pro-Palestina. Mereka juga mengangkat spanduk berisi pesan mendukung Palestina dan mengibarkan bendera nasional Palestina.
Gambar yang beredar online juga menunjukkan bendera “Israel” dibakar pada protes tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, penyelenggara mengatakan para demonstran telah menyatakan “dukungan tanpa syarat mereka untuk perlawanan Palestina” dan mengutuk pemerintah yang “terburu-buru jatuh ke pelukan musuh dengan dalih menukar masalah Palestina dengan masalah nasional kita”.
Demonstrasi diselenggarakan untuk menunjukkan bahwa perjuangan Palestina tetap ada dalam hati nurani rakyat Maroko, seperti yang ditunjukkan oleh para pemain sepak bola tim nasional selama Piala Dunia Qatar, kata koordinator Front Tayeb Medmad kepada Al-Araby Al-Letih.
Maroko setuju pada Desember 2020 untuk menormalisasi hubungan dengan “Israel”, menandatangani Abraham Accords yang ditengahi AS sebagai imbalan atas pengakuan Washington terhadap kedaulatan Rabat atas wilayah yang disengketakan di Sahara Barat.
Warga Maroko dari berbagai spektrum politik secara teratur memprotes hubungan negara mereka dengan “Israel”.
Mantan Perdana Menteri negara itu Saad Eddine el-Othmani mengatakan bulan lalu bahwa dia telah menandatangani kesepakatan kontroversial ‘di bawah tekanan’ oleh otoritas yang lebih tinggi.
Rabat dan Tel Aviv sejak itu telah menandatangani sejumlah kesepakatan di bidang militer, perdagangan, dan sains.
Kesepakatan itu menuai kecaman luas dari dunia Arab dan Palestina, yang menggambarkan langkah itu sebagai “tusukan dari belakang” bagi warga Palestina karena “Israel” terus menduduki dan melakukan kekerasan di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang terkepung. (zarahamala/arrahmah.id)