JAKARTA (Arrahmah.com) – Bentrokan massa di Ambon pada Ahad 11 September lalu menyisakan duka mendalam. Rumah-rumah terbakar, sejumlah warga tewas dan luka-luka dan ribuan orang kini mengungsi. Sebagian pihak berpendapat hal tersebut merupakan keteledoran aparat keamanan, atau bahkan tindakan pembiaran oleh pemerintah.
Menurut pengakuan Gubernur Maluku Karel Albert Rahalu diungkapkan 6 orang tewas akibat bentrok tersebut, luka berat 31 orang dan luka ringan 139 orang.
Menurut data Dinas Sosial Maluku, jumlah pengungsi sekitar 4.298 atau 977 kepala keluarga (KK). Dari jumlah itu, sebanyak 182 KK atau 708 orang mengungsi di SD Negeri Silale. Lalu sebanyak 101 KK atau 464 orang di Wisma Gonjalo, 95 KK atau 457 orang di Lantamal Halong. Sisanya sebanyak 71 KK atau 255 jiwa mengungsi di sanggar kegiatan belajar Mardika.
Bentrokan tersebut diduga dipicu oleh tewasnya seorang tukang ojek Darfin Saiman. Warga Waihaong, Kecamatan Nusaniwe, Ambon yang tewas malam sebelumnya. Darfin tewas setelah menabrak pohon dan rumah warga usai mengantar seorang penumpang.
Menurut klaim kepolisian, Darfin mengendarai motor dari arah stasiun TVRI, Gunung Nona, menuju pos Benteng. Namun saat melintas di daerah sekitar tempat pembuangan sampah, Darfin hilang kendali dan menabrak pohon gadihu. Setelah itu ia menabrak rumah seorang warga yang bernama Okto di lokasi. Akibat kecelakaan itu, nyawa Darfin tidak bisa tertolong. Ia menghembuskan nafas terakhir sebelum sampai di rumah sakit.
Awalnya, keluarga dan warga tempat tinggal Darfin merasa musibah yang dialami Darfin merupakan kecelakaan murni. Namun begitu melihat jasad Darfin ada luka tusukan di bagian punggung dan terlihat luka legam di sekujur tubuh korban, warga pun curiga. Mereka menduga Darfin tewas akibat dibunuh, bukan karena kecelakaan.
Entah siapa yang memulai, desas-desus kemudian menjalar di kalangan warga tempat tinggal Darfin. Apalagi kemudian beredar pesan singkat melalui seluler yang menyebutkan kalau kematian Darfin bukan kecelakaan semata. Melainkan ia tewas karena dianiaya yang kemudian dibumbui ajakan-ajakan tertentu.
Kemudian, ratusan orang menghadiri pemakaman Darfin di pekuburan Islam Mangga Dua, pada Ahad (11/9). Usai menghadiri pemakaman, massa menghentikan serta melempari kendaraan yang lewat di kawasan tersebut.
Aksi pelemparan dan perusakan itu kemudian berkembang menjadi kerusuhan setelah terjadi aksi serangan balasan dari kelompok lain.
Aparat yang ada di lokasi tidak dapat berbuat banyak lantaran kalah jumlah dengan massa yang terlibat aksi serang. Bukan itu saja, tawuran dengan aneka senjata tajam dan molotov ini pun merembet ke daerah lainnya, seperti ke kawasan Waringin, Wainitu, Batu Merah, Mardika, Ayepati dan sejumlah kawasan lainnya di kota Ambon.
“Tapi situasi saat ini sudah membaik. Tidak ada lagi konsentrasi massa dan pemblokiran. Para pengungsi pun kami harapkan bisa segera dipulangkan ke rumah masing-masing. Sementara rumah yang terbakar kami harap bisa segera diperbaiki,” jelas Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku Jhon Ruhulesin.
Jhon menjelaskan, pertikaian antar warga dipicu adanya kecurigaan salah satu kelompok massa terhadap kelompok massa yang lain terkait kematian Darfin. Dari situ kemudian beredar isu yang bukan-bukan sehingga menyulut kelompok massa lain marah.
Untuk mendamaikan situasi, Jhon meminta aparat hukum melakukan langkah-langkah penindakan terhadap para pelaku provokator dan pelaku pidana. Selain itu aparat juga diminta melakukan pencegahan di akar rumput supaya mereka tidak mudah terpancing kabar-kabar yang menyesatkan.
“Intinya seluruh masyarakat harus saling percaya satu sama lain. Jangan saling curiga sehingga aksi seperti ini (bentrokan) tidak lagi terulang,” ujar Jhon, yang mengaku sudah bertemu dengan sejumlah tokoh adat, agama, pemuda, dan tokoh masyarakat di tanah Ambon manise.
Sementara itu, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad al Khaththath, mengatakan umat Islam di Ambon berharap polisi segera menyelidiki kematian Darfin Saimen yang dianggap janggal. Polisi didesak membeberkan penyebab kematian yang sebenarnya.
Jika memang ada unsur penganiayaan dan pembunuhan terhadap Darfin, polisi harus segera mengusut dan menangkap pelakunya. Berdasarkan informasi yang diterima Crisis Center FUI untuk Ambon, luka-luka yang ditemukan di tubuh Darfin identik dengan luka penganiayaan.
“Apalagi ada bekas luka tusukan di punggungnya. Kami ada foto-fotonya,” ujar Khaththath.
Koordinator Kontras Haris Azhar juga mendapat informasi awal bentrok terjadi karena masyarakat terutama pihak keluarga Darfin tidak percaya dengan pihak kepolisian. Polisi dianggap menutup-nutupi fakta kejadian sebenarnya, yaitu mengenai luka-luka yang dialami Darfin yang mencurigakan dan bukan karena kecelakaan motor.
Sehingga argumen bahwa masyarakat tersulut karena ‘luka lama’ dari konflik SARA 1991-2002 pada dasarnya tidaklah tepat. Tetapi sebaliknya, profesionalitas aparat negara dalam melayani masyarakat telah hilang
“Kalau pun dianggap luka lama sebagai penyebab, maka kesimpulannya adalah sisa dari konflik lama adalah hilangnya profesionalitas aparat negara dalam melayani masyarakat. Kasus meninggalnya seorang tukang ojek menjadi trigger (pemicu),” tegas Haris.
Bahkan konyolnya, Mabes Polri sampai saat ini terus melacak pengirim SMS jihad yang dijadikan sebagai kambing hitam bentrok di Ambon. Dari hasil penyelidikan diketahui SMS itu ternyata dikirim juga ke kota-kota di Pulau Jawa. (dns/arrahmah.com)