SRAGEN (Arrahmah.id) – Pengurus pusat Pondok Pesantren Ta’mirul Islam memohon maaf kepada keluarga dan masyarakat atas meninggalnya santri Ponpes Ta’mirul Islam cabang Masaran, Sragen bernama DWW (15), akibat dianiaya.
Kasus tersebut bermula saat santri senior menghukum adik-adik kelas yang dianggap lalai mengerjakan tugas piket dengan memukul mereka. Tak disangka, korban tiba-tiba tersungkur setelah mendapatkan pukulan dari MHNR (16), kakak kelas korban.
Korban kemudian dilarikan ke RS PKU Muhammadiyah Sragen, namun sesampainya di sana korban dinyatakan telah meninggal.
Salah satu anggota Forum Masyayikh (sesepuh) Ponpes Ta’mirul Islam, Muhammad Wazir Tamam mengatakan pihaknya telah menjatuhkan sanksi atas tiga santri yang terlibat penganiayaan tersebut. Termasuk MHNR (16) yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Sragen.
“Ada tiga anak, itu kita lihat dari tingkat kesalahannya. Yang satu sudah kita kembalikan kepada orang tua. Kita keluarkan. Bagaimana pun mereka kan wajib lapor,” ungkapnya pada Rabu (23/11/2022).
Sementara dua santri lainnya mendapat sanksi yang lebih ringan. Menurut Wazir, dua santri tersebut ikut mengumpulkan santri-santri dianggap melanggar tugas piket. Saat ini keduanya menjalani karantina di Ponpes Ta’mirul Islam Pusat di Solo.
“Kita karantina agar anak-anak yang lain tidak terlalu marah. Dua anak [yang dikarantina] ini kan ikut menyidang,” kata Wazir.
Selain alasan keamanan, dua santri tersebut dikarantina untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
“Keterlibatannya sejauh mana akan kita buka lagi,” katanya.
Imbas peristiwa yang terjadi di Sragen, Wazir mengatakan bahwa pengurus Ponpes telah sepakat untuk membekukan Organisasi Santri Ta’mirul Islam (OSTI).
Langkah tersebut diambil untuk dievaluasi sekaligus sebagai langkah antisipasi agar kasus penganiayaan tidak terulang kembali.
“Dalam jangka waktu dekat ini pengurus OSTI kita bekukan. Bagaimanapun, mereka juga harus ikut bertanggung jawab,” kata Wazir.
Adapun tugas OSTI diserahkan langsung kepada para ustadz yang berada di Ponpes.
“Satu kamar sekarang kita tempatkan empat orang ustaz. Jadi ustaznya yang mengawasi langsung,” katanya.
Wazir menegaskan menegaskan pihaknya sudah lama tidak memberlakukan hukuman fisik di lingkungan pondok. Seluruh warga pesantren diminta untuk menghindari segala bentuk kekerasan di lingkungan pondok.
“Pemberian hukuman untuk yang melanggar pasti ada. Tapi tidak dalam bentuk fisik. Biasanya dalam disuruh menghafal, membersihkan WC. Itu tegas kita imbau,” pungkasnya. (rafa/arrahmah.id)