YANGON (Arrahmah.id) – Lebih dari 80 etnis Rohingya yang ingin melakukan perjalanan dengan perahu ke Malaysia telah ditahan di tenggara Myanmar setelah para penyelundup meninggalkan mereka, kata seorang sumber keamanan kepada AFP, Sabtu (5/11/2022).
Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine barat Myanmar secara luas dianggap sebagai imigran ilegal di negara mayoritas Buddha ini dan telah lama menghadapi diskriminasi, penolakan kewarganegaraan, perawatan kesehatan dan pendidikan.
Kelompok itu, yang termasuk wanita dan anak-anak, telah ditahan oleh pihak berwenang pada Jumat (4/11/2022) di dekat kota Thanbyuzayat di negara bagian Mon, kata seorang sumber keamanan yang tidak mau disebutkan namanya kepada AFP.
“Mereka bersembunyi di dekat perkebunan karet setelah kapal yang mereka ambil dari negara bagian Rakhine meninggalkan mereka,” kata sumber tersebut, seraya menambahkan bahwa para penyelundup telah berjanji untuk membawa mereka ke Malaysia.
Malaysia yang berpenduduk mayoritas Muslim adalah tujuan utama bagi Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan.
Investigasi sedang berlangsung, dan tidak jelas apakah kelompok itu akan menghadapi tuntutan pidana karena meninggalkan negara bagian Rakhine.
Orang-orang Rohingya yang dihukum karena melanggar undang-undang imigrasi dapat menghadapi dua tahun penjara di Myanmar.
Departemen anti perdagangan manusia di Yangon dan Naypyidaw menolak mengomentari kasus tersebut.
Ada juga laporan bahwa kapal angkatan laut Myanmar telah menemukan 120 orang Rohingya di sebuah kapal di dekat kota Mudon di negara bagian Mon, kata sumber itu.
Tindakan keras militer Myanmar pada 2017 memaksa sekitar 750.000 orang Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine melarikan diri dari negara bagian Rakhine ke Bangladesh menyusul laporan pembunuhan, pembakaran, dan pemerkosaan yang meluas.
Amnesty International menyamakan kondisi kehidupan mereka di negara bagian Rakhine dengan “apartheid”.
Setelah eksodus massal, Myanmar menghadapi tuduhan genosida di pengadilan tinggi PBB.
Negara Asia Tenggara itu berada dalam kekacauan sejak kudeta pada Februari tahun lalu dan lebih dari 2.400 warga sipil tewas, menurut kelompok pemantau lokal. (zarahamala/arrahmah.id)