SANA’A (Arrahmah.id) – Beberapa petani Yaman telah beralih menanam gandum mereka sendiri karena gangguan global telah menghambat impor dan membuat harga melonjak di Yaman, di mana konflik tujuh tahun telah mendorong orang lebih dalam ke dalam kemiskinan dan membuat jutaan orang kelaparan, lapor Reuters.
Petani, Khaled Maasar, mengatakan sebagian besar orang Yaman tidak mampu membeli gandum asing dengan harga naik menjadi sekitar 20.000 riyal, setara dengan $33. Inflasi harga pangan telah berlipat ganda hanya dalam dua tahun di beberapa bagian negara.
“Jika petani bekerja di ladang dan ini memberinya penghasilan, maka ini adalah berkah yang luar biasa. Inilah yang mendorong orang kembali bertani gandum,” katanya.
Konflik di Yaman yang dimulai pada 2014 dan membagi negara itu antara gerakan yang dipimpin Houtsi dan pemerintah yang didukung Saudi telah menghancurkan ekonomi dan infrastruktur dasar.
“Akibat krisis Ukraina, orang-orang yang sebelumnya tidak menanam, kini mulai menanam (gandum) di tanah mereka,” kata petani, Abdo Mohsn Sinan. “Sekarang orang memanfaatkan tanah mereka, yang lebih baik daripada mengandalkan impor.”
Produksi gandum lokal skala besar di Yaman menjadi tantangan karena air irigasi langka, dan infrastruktur untuk memanfaatkan curah hujan kurang.
Pada 2021, Yaman memproduksi sekitar 250.000 ton gandum. Pemerintah meluncurkan proyek untuk menambah hektar untuk penanaman gandum.
“Kementerian Pertanian harus mendukung petani dengan benih dan biji-bijian, serta sumur dan bendungan,” kata Saleh Hababi, yang bekerja sebagai pedagang di ibu kota yang dikuasai Houtsi, Sana’a.
“Ini akan meningkatkan produksi lokal dan kita tidak perlu bergantung pada impor sama sekali.” (haninmazaya/arrahmah.id)