RIYADH (Arrahmah.id) — Dalam beberapa tahun terakhir ini Arab Saudi sering kali menangkap sejumlah ulama, imam, aktivis, jurnalis, dan lain-lain yang berseberangan pemikiran dengan kerajaan.
Saudi kerap menangkap sejumlah tokoh agama dengan dalih untuk menekan ekstremisme di negara itu. Namun, sejumlah pihak menilai langkah itu sebagai upaya kerajaan memberangus oposisi dan usaha menghapus identitas ke-Islam-an Saudi serta merubahnya menjadi lebih moderat.
Terlepas dari itu, berikut beberapa dari sekian banyak tokoh ulama terkenal di Saudi yang mendapat hukuman penjara beserta alasannya:
1. Syeikh Saleh Al Talib
Mantan imam Masjidil Haram, Syeikh Saleh al Talib, mendapat hukuman 10 tahun penjara dari pengadilan banding Arab Saudi karena ceramah dia yang menentang kebijakan Kerajaan.
Kronologi kejadian itu bermula saat Syeikh al Thalib menyampaikan ceramah pada 2018 lalu.
Dalam ceramah tersebut, ia menentang kebijakan Saudi yang mengizinkan percampuran laki-laki dan perempuan di ruang publik. Di kala itu, kerajaan mengesahkan undang-undang yang mencampur laki-laki dan perempuan dalam ruang publik.
Selain itu, ia juga menyampaikan khutbah soal kewajiban umat Muslim untuk menentang kejahatan di depan umum.
Setelah empat tahun Saudi menahan Syeikh al Thalib, aktivis meminta pihak berwenang untuk membebaskan dia dengan menggemakan tagar “Empat tahun sejak penangkapan imam Masjid Suci,” demikian dikutip Middle East Monitor (26/9/2022).
Syeikh al Thalib dan kuasa hukumnya kemudian mengajukan banding di pengadilan. Pengadilan Kriminal Khusus sempat memutuskan membebaskan dia dari dakwaan. Namun, Pengadilan Banding membatalkan putusan itu dan menjatuhkan hukuman terhadap sang imam dengan 10 tahun penjara.
2. Syeikh Sulayman Al Alwan
Syeikh Al Alwan yang hafal menghafal 9 kitab hadis ini ditangkap kerajaan Saudi pada 28 April 2004 dan menahannya selama 9 tahun tanpa pengadilan.
Penangkapannya dilakukan karena pernyataaan-pernyataan pembelaannya terhadap umat Islam di seluruh dunia.
Syeikh al Alwan sempat memberikan fatwa dukungan atas bom isytishad terhadap Israel pada tahun 2000 dan penghancuran berhala Buddha Bamiyan yang dilakukan Taliban pada tahun 2001.
Setelah serangan 11 September, syeikh Al Alwan mengeluarkan dua fatwa (21 September 2001 dan 19 Oktober 2001) yang menyatakan bahwa setiap Muslim yang mendukung Amerika Serikat (AS) di Afghanistan adalah kafir, dan menyerukan semua Muslim untuk mendukung Afghanistan dan Taliban dengan cara apapun.
Pada tanggal 31 Maret 2003, 11 hari setelah dimulainya Perang Irak, Syeikh al Alwan menerbitkan sebuah surat terbuka di mana ia meminta rakyat Irak untuk memerangi tentara AS dan menggunakan bom isytishad untuk melawan mereka.
Syeikh al Alwan sempat dibebaskan pada 5 Desember 2012, namun pada Oktober 2013, dia kemudian dijatuhi hukuman penjara 15 tahun karena mempertanyakan legitimasi penguasa negara.
3. Syeikh Dr. Nasser al Omar
Dilansir MSF Online (12/9), berdasarkan data dari “Prisoners of Conscience”, Pengadilan Saudi memutuskan untuk meningkatkan hukuman Syeikh Dr. Nasser al Omar dari 10 menjadi 30 tahun, dengan penundaan eksekusi selama 4 tahun. Hukuman ditambah karena Syeikh Nasser menolak proyek Islam moderat yang digulirkan kerajaan Arab Saudi.
Syeikh Nasser, khatib dan profesor di Universitas Imam Muhammad Ibn Saud, sendiri ditangkap pada Agustus 2018 karena tweetnya berbicara tentang penolakan transformasi sosial yang memoderatisasi Islam yang dilakukan pemerintah Arab Saudi.
Pada tahun 2005, Syeikh Nasser sempat menentang penulisan ulang buku teks agama yang dicanangkan pihak kerajaan Arab Saudi karena menghilangkan bahasa dan ajaran yang dianggap bermusuhan oleh AS.
Nasser menentang keras kedatangan pasukan AS di Arab Saudi pada tahun 1990 dan menolak kehadiran pangkalan militer AS di tanah suci umat Islam.
Penolakannya terhadap mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir dan larangannya bagi umat Islam untuk pergi ke negeri Barat untuk pariwisata menjadi hal yang paling diingat di era keemasannya.
4. Syeikh Sulaiman ad Duwaisy
Syeikh Sulaiman ad Duwaisy tidak diketahui kabarnya sampai sekarang pasca ditangkap pasukan Skuad Macan milik pangeran putra mahkota Muhammad bin Salman (MBS) pada 22 April 2016.
Dia ditangkap di kota Makkah lantaran serangkaian cuitannya di Twitter dianggap mengkritik MBS. Dia memperingatkan orang tua terkait bahaya akan terjadi kalau orang tua memberikan keistimewaan berlebihan kepada putranya tanpa pengawasan tepat dan tanggung jawab, dilansir MENA Rights Group.
Dua tahun kemudian, Syeikh Duwaisy dikabarkan meninggal karena diduga disiksa selama di penjara, demikian menurut Middle East Monitor.
Beberapa pihak menilai otoritas Saudi tidak memperlakukan dengan manusiawi terhadap Syeikh Duwaisy.
5. Syeikh Safar Hawali
Syeikh Al Hawali (68) ditangkap bersama ketiga putranya diduga karena buku yang ia tulis berisi nasihat terhadap keluarga Kerajaan dan Dewan Ulama Senior Arab Saudi, kutip Middle East Eye (12/7/2018).
Buku 300 halaman berjudul “Al-Muslimun wa Al-Hadharah Al-Gharbiyah” (Umat Islam dan Peradaban Barat) banyak berisi kritik dan nasehat kepada kerajaan Arab Saudi yang menggelontorkan dana besar saat kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Riyadh pertengahan tahun lalu.
Syeikh Hawali, doktor bidang teologi Islam dari Universitas Ummul-Qura, pernah dipenjarakan pada 1990-an karena menentang hubungan negaranya dengan pasukan AS yang memimpin operasi militer untuk mengusir pasukan Irak dari Kuwait.
6. Syeikh Abdullah Basfar
Sebelum dijatuhi hukuman bui, syeikh Basfar pernah memimpin shalat di lapangan Masjid Hagia Sophia pada 2014. Saat itu Hagia Sophia masih belum diizinkan sebagai masjid oleh pemerintah Turki.
Lalu pada 2020, pihak berwenang Saudi menangkap ulama itu. Sejauh ini, belum ada alasan pasti penangkapan sang imam. Namun, beberapa pihak menilai ia ditangkap gara-gara memimpin shalat. Penangkapan Basfar berlangsung saat hubungan Saudi-Turki memburuk.
“[Syeikh Basfar] didakwa dengan konteks menerima undangan untuk mengimami shalat di lapangan Masjid Hagia Sophia di Turki,” demikian keterangan resmi organisasi hak asasi manusia di Saudi, Prisoners of Conscience, dikutip Al Arabiya (17/10).
7. Syeikh Salman Al Audah
Amnesty Internasional di Timur Tengah menyatakan Syeikh Al Audah ditangkap pada September 2017 lalu.
Menurut lembaga pemerhati hak asasi manusia itu, Syeikh Al Audah ditangkap tak lama setelah mengunggah tulisan “Semoga Allah mendamaikan mereka demi kebaikan umat” di Twitter. Kemudian, kicauan itu dituding telah menyerukan rekonsiliasi antara Qatar dan negara-negara Timur Tengah lainnya.
Pada Juni 2017, Saudi memutus hubungan diplomatik, ekonomi, dan segala akses perhubungan dengan Qatar.
Kerajaan menganggap Doha mendukung aktivitas teroris dan radikalisme yang mengancam kawasan.
Menurut kerabat Syeikh Al Audah, Saudi meminta ulama itu untuk mendukung kebijakan pemerintah. Namun, Syeikh Al Audah menolak.
Akibatnya, ia dituding telah berafiliasi dengan teroris dan keluarga kerajaan Qatar.
8. Syeikhah Aisha Al Muhajiri
Ulama perempuan Saudi berusia 65 tahun ini ditangkap di rumahnya di Makkah oleh 20 anggota dinas intelijen Saudi. Penangkapan dilakukan karena dia terus mengajar Al Quran dan berdakwah di rumahnya, lansir Middle East Monitor (15/2/2021).
Menurut Prisoners of Conscience, yang melaporkan penangkapan dan penindasan pemerintah Saudi terhadap aktivis dan tokoh masyarakat, dua wanita lainnya ditangkap bersama Syeikhah Al Muhajiri.
“Satu dari dua wanita itu berusia 80 tahun, sementara keluarga seorang wanita lainnya menolak untuk mengungkapkan informasi apapun tentang dia,” kata kelompok itu.
Setelah penangkapan mereka, dilaporkan bahwa siapa pun yang menanyakan tentang penahanan atau dakwaan juga akan ditangkap, termasuk anak-anak syeikhah Al Muhajiri sendiri.
9. Syeikh Musa Al Qarni
Syeikh Musa Al Qarni (67) ditahan hingga tewas dipukuli pada 12 Oktober 2021 di dalam tahanan kerajaan Arab Saudi.
Kelompok Prisoners of Conscience membenarkan kematian dari Syeikh Musa Al Qarni yang telah menghabiskan 14 tahun di dalam penjara. Dia ditangkap pada tahun 2007 dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara pada 2011.
Dia dijatuhi hukuman dalam persidangan pendakwaan yang disebut dengan “para reformis Jeddah”.
Para reformis Jeddah adalah sekelompok aktivis HAM yang ditangkap atas tuduhan mencoba membentuk organisasi yang menentang pemerintah Saudi Arabia.
Pada Januari 2012, para terdakwa diberikan jaminan atas pengampunan Kerajaan Saudi Arabia dengan menandatangani surat permintaan maaf. Namun, enam aktivis dan ulama menolak menandatangani surat tersebut termasuk Syeikh Al Qarni.
Beberapa kelompok hak asasi manusia Arab Saudi melaporkan bahwa mantan profesor universitas itu meninggal setelah kesehatannya memburuk akibat penyiksaan di dalam penjara.
Pihak kerajaaan Saudi enggan untuk menyerahkan tubuh dari jenazah Syeikh Al Qarni kepada keluarganya.
10. Syeikh Saud Al Funaisan
Syeikh Al Funaisan ditangkap pada bulan Maret 2020. Dia ditangkap diduga terkait ekstrimisme menurut pihak kerajan Saudi.
Ia merupakan seorang profesor universitas dan mantan Dekan Fakultas Syariah di Universitas Al Imam di Riyadh.
11. Syeikh Yusuf al Ahmad
Syeikh Yusuf al Ahmad telah ditahan sejak September 2017 dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara, lapor Middle East Eye (31/12/2020).
Sebelumnya Syaikh Ahmad pernah ditangkap pada 2011 setelah mengkritik penguasa Saudi. Dia kemudian dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena dianggap telah melakukan penghasutan terhadap penguasa, namun pada November 2012 dia kemudian diberikan pengampunan oleh Raja Abdullah bin Abdulaziz.
Pandangan Syaikh Ahmad di masa lalu dianggap kontroversial oleh Saudi. Ulama tersebut telah berulang kali menolak westernisasi oleh pemerintah Saudi, termasuk menentang kebijakan yang berusaha membuka pekerjaan dan pendidikan bagi perempuan.
12. Syeikh Awad Al Qarni
Syeikh Awad, profesor di Universitas Islam Imam Muhammad ibn Saud, terkenal getol menentang gagasan yang dicanangkan Pemerintah Arab Saudi, salah satunya modernisme Arab Saudi. Akibat penentangannya itu, ia dicap sebagai penebar kebencian dan mendukung terorisme.
Tetapi itu tidak menggoyahkan keyakinannya, terutama soal pandangannya terkait perang melawan terorisme. Dia menyebut upaya itu merupakan agenda yang ‘dibuat-buat’ negara-negara Barat untuk menjajah negara Timur dan menghancurkan gaya hidup masyarakatnya. (hanoum/arrahmah.id)