TEHERAN (Arrahmah.id) – Para siswi sekolah di Iran beramai-ramai membuka hijab di kepala mereka dan meneriakkan seruan untuk menentang otoritas pemuka agama Syiah.
Penampakan beberapa demonstrasi siswi di dalam halaman sekolah dan di jalan-jalan beberapa kota menjadi viral di seantero Iran.
Dilansir BBC (5/10/2022), para siswi menyerukan perlawanan yang lebih luas sebagai bentuk solidaritas atas meninggalnya Mahsa Amini yang ditahan polisi moral Iran karena melanggar hukum hijab.
Di Karaj, para siswi sekolah bahkan memaksa seorang guru di sekolah mereka karena mencoba untuk menghentikan aksi protes.
Dalam rekaman yang diposting di media sosial pada hari Senin, mereka melempari guru tersebut botol air kosong hingga dia mundur keluar dari gerbang sekolah.
Dalam video lain dari Karaj, yang terletak di sebelah barat ibukota Teheran, para siswa terdengar berteriak: “Jika kita tidak bersatu, mereka akan membunuh kita satu per satu.”
Di kota selatan Shiraz pada hari Senin, lusinan siswi memblokir lalu lintas di jalan utama sambil membuka dan melambaikan hijab mereka ke udara sambil meneriakkan “matilah diktator” – merujuk pada Pemimpin Tertinggi Syiah, Ayatollah Ali Khamenei.
Sejumlah siswa juga difoto berdiri di ruang kelas mereka dengan tanpa penutup kepala sambil mengacungkan jari tengah pada potret Ayatollah Khamenei dan pendiri Republik Iran, Ayatollah Khomeini.
Protes para siswi sekolah ini dimulai beberapa jam setelah Ayatollah Khamenei menuduh Amerika Serikat dan Israel mendalangi kerusuhan.
Dia juga memberikan dukungan penuh kepada pasukan keamanan, yang menanggapi protes dengan tindakan keras.
Kerusuhan dipicu oleh kematian Mahsa Amini, yang koma setelah ditahan oleh polisi moral pada 13 September di Teheran, karena diduga melanggar undang-undang yang mewajibkan wanita untuk menutupi rambut mereka dengan hijab. Dia meninggal di rumah sakit tiga hari kemudian.
Keluarganya menuduh bahwa petugas memukul kepalanya dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka. Polisi telah membantah bahwa dia dianiaya dan mengatakan dia menderita “gagal jantung mendadak”.
Protes pertama terjadi di Iran barat laut yang berpenduduk Kurdi, tempat Amini tinggal dan kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh negeri.
Hak Asasi Manusia Iran, sebuah kelompok yang berbasis di Norwegia, melaporkan pada hari Selasa bahwa setidaknya 154 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejauh ini. (hanoum/arrahmah.id)