JAKARTA (Arrahmah.id) – Prof. H. Abdul Somad Batubara, Lc., D.E.S.A., Ph.D alias Ustadz Abdul Somad (UAS) menilai isu Islamofobia bukan isu baru. Menurutnya, isu global tersebut sudah ada sejak satu dekade terakhir. Salah satu pemicunya adalah clash of civilizations (CoC) atau benturan peradaban.
“Islamofobia itu agenda internasional. Jauh, dari dulu, sejak saya kuliah, ketika sudah ada clash of civilizations (CoC) atau benturan peradaban, Barat dan Timur. Yang dimaksud dengan Timur di situ adalah Islam,” kata UAS pada Jumat (19/8/2022), seperti dilansir Langit7.id.
UAS menjelaskan, peradaban Islam dibangun berdasarkan wahyu. Sementara, peradaban Barat dibangun berdasarkan akal, tidak ada intervensi wahyu sama sekali. Lalu, pada 1992 muncul prediksi Samuel P Huntington yang menyebut akan terjadi benturan peradaban.
“Mereka memprediksikan akan ada peradaban budaya yang luar biasa berkembang. Hari Ini, setelah kurang lebih 20 tahun, saya ingin heboh-hebohnya itu tahun 2000-an semasa kami mahasiswa,” ujar UAS.
UAS melihat Islamofobia kian mengkristal pada 2022 saat ini. Dia juga mencontohkan isu LGBT yang kian marak. Barat tetap kukuh mengkampanyekan LGBT di seluruh dunia. Demikian pula dengan isu-isu lain seperti feminisme.
“Mereka (Barat) ingin mempertahankan (LGBT). Lalu, kemudian Islam mengajarkan menghormati perempuan dengan menutup, mereka ingin membukanya,” tutur UAS.
UAS menjelaskan, benturan peradaban itu sampai pada tingkat government to government (GtoG). Dia mencontohkan Barat yang berani mengibarkan bendera LGBT di negara-negara mayoritas Muslim.
“Bagaimana mungkin suatu negara yang mendukung LGBT mengibarkan bendera di tengah Negeri kita yang berdaulat, Muslim mayoritas. Itu bukan masalah kecil, itu masalah kebangsaan, masalah keagamaan, masalah sosial politik,” ungkap UAS.
Prediksi clash of civilizations memunculkan ketakutan di masyarakat Barat, sehingga muncul Islamofobia. Hal itu lantas dikemas dengan jelas oleh Bernard Lewis, seorang keturunan Yahudi yang mengatakan Eropa tidak sampai satu abad lagi akan menjadi Muslim.
“Arena orang-orang Eropa tidak mengalami pertumbuhan populasi yang signifikan. Mereka tidak mau menikah, mereka tidak mau repot menjaga anak. Sedangkan, dalam Islam diajarkan memperbanyak keturunan,” ucap UAS.
Selain masalah populasi kian berkembang di Barat, imigran Muslim juga tersebar di daerah tersebut. Itu disebabkan oleh perang yang terus berkecamuk di Timur Tengah. Namun jauh sebelum itu, sudah banyak imigran Turki yang memenuhi Jerman.
“Imigran dari India, Pakistan, Bangladesh yang memenuhi Inggris. Imigran dari Tunisia, Aljazair, Maroko memenuhi Prancis. Ditambah imigran dari Somalia, Syam yang bergejolak, dan Yaman. Maka kemudian Eropa saatnya nanti akan dipenuhi oleh umat Islam,” ujar UAS.
Fakta-fakta itu membuat Barat ketakutan, sehingga memunculkan gerakan anti-Islam. Namun, kata UAS, Barat lupa bahwa Islam tidak pernah menggunakan kekerasan saat melakukan ekspansi.
“Mereka lupa bahwa kalau Islam berkuasa di suatu daerah, tidak ada darah yang tumpah. Karena Islam itu rahmatan lil-alamin. Jadi, ini hanya ketakutan-ketakutan. Orang kalau terlalu takut, habis nonton film horor pulang, melihat pucuk pisang pun seperti pocong,” ungkap UAS. (rafa/arrahmah.id)