JAKARTA (Arrahmah.id) – Mantan Kadiv Propam Polri yang menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh sejumlah advokat yang tergabung dalam Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak).
Koordinator Tampak, Roberth Keytimu mengatakan, pihaknya melaporkan Sambo atas beberapa dugaan suap yang bertujuan untuk merusak penegakan hukum penanganan perkara pembunuhan terhadap Brigadir J.
“Kami mengharapkan KPK melakukan langkah-langkah berdasarkan UU 19/2019 tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK mengusut dugaan suap kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR), serta Kuat Maruf dalam pusaran penanganan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat,” ujar Roberth usai membuat laporan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin siang (15/8/2022), dikutip dari RMOL.
Mereka meminta KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan suap tersebut, serta mengusut dugaan suap lain dalam pusaran kasus pembunuhan Brigadir J.
Roberth pun mengungkapkan beberapa dugaan upaya suap yang dilakukan Irjen Sambo. Pertama, dugaan suap kepada Staf LPSK.
Pada 13 Juli 2022, ujar Roberth, dua orang Staf LPSK menemui Sambo saat masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri di Kantor Divisi Propam terkait permohonan perlindungan untuk Bharada E dan Putri Candrawathi selaku istri Sambo.
Setelah pertemuan dengan Sambo dan jeda menunggu kedatangan Bharada E, salah seorang Staf LPSK menunaikan Sholat di Masjid Mabes Polri, dan satu orang Staf LPSK lainnya menunggu di ruang tunggu tamu kantor Kadiv Propam Polri.
Staf LPSK yang berada di ruang tunggu itu, ditemui seseorang berseragam hitam dengan garis abu-abu menyampaikan dua amplop cokelat dengan ketebalan masing-masing satu sentimeter.
Seseorang yang berseragam itu, ungkap Robert, mengatakan “menyempatkan titipan atau pesanan Bapak untuk dibagi berdua”.
“Staf LPSK mengaku gemetaran saat ada dua amplop cokelat disodorkan. Staf LPSK tidak menerima dua amplop tersebut dan mengembalikan kepada yang menitipkan,” ungkap Roberth.
Hal itu sebagaimana dengan pernyataan Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi dalam sejumlah pemberitaan.
Dugaan kedua, Sambo diduga menjanjikan hadiah uang Rp 2 miliar kepada Bharada E, Bripka RR, serta Kuat Maruf. Hal itu, kata Roberth, juga berdasarkan pemberitaan beberapa media.
Lalu yang ketiga, setelah Sambo menjadi tersangka, muncul pengakuan dari petugas keamanan atau satpam kompleks rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan.
Pengakuan yang dimaksud, yaitu mengaku diminta menutup seluruh portal yang mengarah ke kompleks setelah kasus itu makin ramai dengan bayaran sebesar Rp 150 ribu.
“Ini merupakan upaya pemufakatan jahat untuk merusak penegakan hukum. Hal ini tidak bisa dibiarkan, sebab proses hukum penanganan kasus ini bertujuan untuk mengungkap peristiwa yang sebenarnya terjadi sampai pada persidangan kepada pelaku dan pemenjaraan,” tegas Roberth.
(ameera/arrahmah.id)