JAKARTA (Arrahmah.id) – Nama Mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo, tengah ramai dibicarakan publik setelah pihak kepolisian menetapkannya sebagai tersangka atas tewasnya Brigadir J alias Nopryansyah Yosua Hutabarat. Penetapan tersebut diumumkan pada Selasa (9/8/2022).
Banyak publik yang mengaitkan nama Ferdy Sambo dengan kasus penembakan enam anggota Laskar FPI yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek KM 50. Bahkan tagar #DariDuren3keKM50 menjadi trending topik di Twitter.
Bagaimana tidak, perbedaan informasi yang disampaikan pihak kepolisian dan keluarga membuat beberapa pihak merasa kejadian tersebut janggal dan dinilai mirip dengan kasus KM 50 yang menewaskan 6 laskar FPI.
Lantas apa hubungan Ferdy Sambo dengan kasus penembakan di KM 50, yang terjadi pada Desember 2020?
Saat terjadi kasus penembakan di Tol Jakarta-Cikampek KM 50, Ferdy Sambo yang menjabat sebagai Kadiv Propam bertugas untuk menangani kasus tersebut.
Ia bersama Propam Polri dan analisis bertugas untuk melakukan pengawasan. Sebanyak 30 anggota Tim Propam dikerahkan oleh Ferdy Sambo untuk mengungkap fakta dari kasus yang menewaskan enam Laskar FPI tersebut.
Ferdy Sambo menegaskan keterlibatan Divisi Propam dalam kasus ditembaknya enam anggota laskar FPI bukan karena indikasi pelanggaran, namun bertugas memeriksa penggunaan kekuatan sudah sesuai Perkap atau belum.
Kasus KM 50 berakhir dengan sidang putusan majelis hakim yang memvonis kedua terdakwa bebas, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin. Majelis hakim dalam putusannya menyatakan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan hingga membuat korban meninggal dunia.
Namun, kedua terdakwa tidak dijatuhi hukuman dengan alasan menembak untuk membela diri. Hal ini seperti disampaikan dalam pleidoi atau nota pembelaan kuasa hukum.
Menurut penjelasan Hakim Ketua Muhammad Arif Nuryanta, alasan pembenaran diri itu tertuang dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP tentang pembelaan saat terdesak.
Meski sudah diputuskan pengadilan, beberapa pihak menilai perkara itu masih janggal. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) misalnya telah menyerahkan enam temuan kejanggalan vonis lepas dua terdakwa perkara ini sebagai Amicus Curiae ke Mahkamah Agung (MA) pada akhir Maret 2022 lalu. (rafa/arrahmah.id)