NAYPYIDAW (Arrahmah.id) – Negara-negara Eropa dan Asia, termasuk AS dan Inggris, pada Selasa (26/7/2022) mengecam keras eksekusi empat aktivis pro-demokrasi oleh junta militer yang berkuasa di Myanmar.
Dalam pernyataan bersama, Uni Eropa, Australia, Kanada, Jepang, Selandia Baru, Norwegia, Korea Selatan, Inggris, dan AS menyebut eksekusi itu sebagai tindakan melawan hak asasi manusia dan supremasi hukum.
“Eksekusi rezim militer Myanmar terhadap para pemimpin pro-demokrasi dan oposisi adalah tindakan kekerasan tercela yang selanjutnya menunjukkan pengabaian rezim terhadap hak asasi manusia dan supremasi hukum,” kata pernyataan itu, dilansir Anadolu Agency.
Negara-negara Eropa dan Asia juga mendesak rezim militer untuk membebaskan semua aktivis yang ditahan dan memenuhi kewajiban mereka di bawah konsensus lima poin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk mencari perdamaian melalui dialog, bukan kekerasan lebih lanjut.
“Kami mendukung rakyat Myanmar dalam aspirasi mereka untuk kebebasan dan demokrasi dan menyerukan kepada rezim untuk mengakhiri penggunaan kekerasan, menghormati kehendak rakyat, dan memulihkan jalan negara menuju demokrasi,” katanya.
Dalam pernyataan terpisah, Menteri Luar Negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta juga mengecam keras eksekusi empat orang, termasuk aktivis pro-demokrasi dan pemimpin oposisi, di Myanmar.
“Selandia Baru memiliki penentangan yang kuat dan lama terhadap hukuman mati dalam semua kasus dan dalam semua keadaan,” kata Mahuta.
“Ini adalah tindakan barbar oleh rezim militer Myanmar. Selandia Baru mengutuk tindakan ini dengan sekuat tenaga. Kami mengucapkan simpati kami kepada keluarga dan orang-orang terkasih dari para korban,” tambahnya.
Pada Senin (25/7), junta militer di Myanmar mengumumkan eksekusi empat orang, termasuk aktivis politik terkemuka.
Eksekusi dilakukan selama akhir pekan, dan rezim militer menolak jenazah keluarga mereka, sebuah situs berita lokal melaporkan, menambahkan bahwa Kyaw Min Yu, lebih dikenal sebagai Jimmy, mantan anggota parlemen Phyo Zayar Thaw, Hla Myo Aung, dan Aung Tura Zaw yang ditangkap tahun lalu. (rafa/arrahmah.id)