TUNIS (Arrahmah.id) – Ribuan warga Tunisia pada Ahad (15/5/2022) memprotes Presiden Kais Saied, menuntut kembalinya tatanan demokrasi normal dan menolak penggantian komisi pemilihan independen dengan komisi yang ia namai sendiri.
“Rakyat menginginkan demokrasi” dan “Saied telah menyebabkan negara kelaparan” adalah dua slogan yang diteriakkan oleh para pengunjuk rasa yang berkumpul di Tunis tengah seminggu setelah demonstrasi kecil untuk mendukung presiden.
“Jelas bahwa jalanan mendukung kembalinya jalan demokrasi,” kata Samira Chaouachi, wakil pemimpin parlemen yang dibubarkan yang seperti lawan Saied lainnya menuduhnya melakukan kudeta, lansir Reuters.
Saied dinilai berupaya menancapkan kekuasaan satu orang sejak merebut kekuasaan eksekutif musim panas lalu, membubarkan parlemen, bergerak untuk memerintah dengan dekrit dan mengatakan dia akan menggantikan konstitusi demokratis melalui referendum.
Saied menyangkal kudeta, dengan mengklaim intervensinya sah dan diperlukan untuk menyelamatkan Tunisia dari kelumpuhan politik dan stagnasi ekonomi selama bertahun-tahun di tangan elit korup yang mementingkan diri sendiri yang telah mengambil kendali pemerintahan.
Sementara itu, ekonomi Tunisia dan keuangan publik berada dalam krisis dan pemerintah sedang dalam pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional untuk paket penyelamatan di tengah kemiskinan dan kesulitan yang meluas.
Langkah Saied telah mendorong Tunisia ke dalam krisis politik terbesarnya sejak revolusi 2011.
Dia telah menggantikan dewan yudisial yang menjamin independensi hakim serta komisi pemilihan yang independen, menimbulkan keraguan pada integritas proses hukum dan pemilihan.
“Perlawanan damai kami akan berlanjut di jalan sampai kami memulihkan kebebasan dan demokrasi kami,” kata salah satu pengunjuk rasa, Tijani Tizaoui, seorang karyawan sektor swasta, yang mengatakan bahwa dia telah dipenjara sebelum revolusi karena melakukan protes.
Konstitusi 2014 adalah hasil dari negosiasi intensif selama berbulan-bulan di antara berbagai partai politik dan badan-badan masyarakat sipil termasuk serikat buruh UGTT yang kuat, yang memiliki lebih dari satu juta anggota.
Saied telah menolak seruan untuk dialog inklusif serupa, dengan mengatakan mereka yang menentang langkahnya harus dilarang berdiskusi tentang masa depan Tunisia saat ia mempersiapkan referendum untuk konstitusi barunya.
“Warga Tunisia menolak perubahan sistem pemilihan secara sepihak. Warga Tunisia di sini untuk menolak referendum Saied,” kata Nejib Chebbi, seorang politisi veteran dalam protes tersebut. (haninmazaya/arrahmah.id)